Umumnya
kita umat Katolik sering mengucapkan kata “kasih” atau “belas kasih” dengan
pemahaman yang cenderung sentimental. Memberi sumbangan ke Panti Asuhan kita
sebut berbuat kasih, mengampuni yang bersalah kita sebut mengasihi, bersimpati
kepada orang menderita kita sebut berbelas kasih. Tetapi saat seseorang
menunjukkan kesalahan sesamanya dengan dasar yang jelas, menegur sesamanya yang
berbuat dosa; kita seringkali dengan mudah mengatakan bahwa “kamu telah
menghakimi.”
Kesalahpahaman-kesalahpaham
belakangan ini mengenai belas kasih Paus Fransiskus, kata-kata Beliau tentang
kasih dan sebagainya memunculkan rumor bahwa Gereja akan segera memperbolehkan
mereka yang bercerai-dan-menikah kembali serta mereka yang menikah secara
non-Katolik untuk menerima Komuni Kudus. Tentu, bila kita memahami kasih
semata-mata secara sentimental, kita akan berpikir bahwa hal ini adalah bentuk
belas kasih: “mereka sudah lama tidak menerima Komuni Kudus. Mereka pasti sudah
sangat rindu. Mengapa kita menghalangi mereka? Bukankah dengan mengizinkan
mereka menerima Komuni Kudus, Gereja telah berbuat kasih?”. Sebaliknya, ketika
Gereja melarang mereka menerima Komuni Kudus, kita akan berteriak-teriak bahwa
Gereja tidak punya belas kasih.
Berbicara tentang belas kasih; ada baiknya kita
mengetahui kembali pembagian tradisional karya belas kasih dalam Gereja
Katolik. Gereja Katolik mengajarkan bahwa ada 14 bentuk karya belas kasih (KGK
2447) yang dibagi menjadi 7 karya belas kasih jasmani (yang berhubungan dengan
tubuh) dan 7 karya belas kasih rohani (berhubungan dengan jiwa) yaitu:
TUJUH KARYA BELAS KASIH JASMANI
1.
Memberi makan pada orang yang lapar
2.
Memberi minum pada orang yang haus
3.
Memberi pakaian pada yang telanjang
4.
Memberi tumpangan pada tunawisma
5.
Mengunjungi yang sakit
6.
Mengunjungi tawanan
7.
Menguburkan yang meninggal
TUJUH KARYA BELAS KASIH ROHANI
1.
Menegur orang-orang berdosa
2.
Mengajar yang tidak tahu
3.
Membimbing yang ragu-ragu
4.
Menghibur yang sedih
5.
Mengampuni kesalahan dengan rela
6.
Menanggung dengan sabar kepahitan hidup
7.
Mendoakan yang hidup maupun yang mati
Tentu
pembagian ini tidak menyempitkan belas kasih hanya menjadi 14 contoh perbuatan
saja, tetapi berbagai macam bentuk perbuatan belas kasih dapat digolongkan ke
dalam 14 perbuatan belas kasih di atas
Dari
pembagian di atas, kita bisa mengetahui bahwa saat kita menegur orang lain yang
berbuat dosa dan menunjukkan bahwa yang diperbuat adalah dosa, maka kita tidak
sedang menghakimi melainkan sedang mengasihi orang lain tersebut. Saat kita
memberi tahu dan mengajarkan ajaran Gereja dengan dasar yang jelas dan benar
kepada umat Katolik yang lain, kita tidak sedang menggurui atau sok paling
paham tetapi kita sedang mengasihi sesama saudara/i Katolik kita.
Kembali
kepada kesalahpahaman umum atas belas kasih dalam kaitan dengan Paus
Fransiskus; perlu kita ketahui bahwa saat Gereja melarang seseorang yang
bercerai-dan-menikah kembali atau yang menikah secara non-Katolik; Gereja
sedang mengasihi orang tersebut, menghindarkan mereka dari perbuatan dosa
sakrilegi, dari perbuatan melecehkan Sakramen Ekaristi. Mengapa disebut
Sakrilegi? Saat seorang Katolik bercerai lalu menikah lagi, orang tersebut
telah melanggar kesucian dan martabat pernikahan dan dengan demikian telah
berbuat dosa berat. Orang yang berdosa berat tidak dapat menerima Komuni Kudus.
Demikianlah yang diajarkan oleh Santo Paulus “Jadi barangsiapa dengan cara yang
tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan
darah Tuhan.” (1 Kor 11:27). Ketika orang tersebut tetap memaksakan diri
menerima Komuni Kudus, bukanlah rahmat pengudusan yang didapat melainkan dosa
sakrilegi, melecehkan sesuatu yang kudus. Ketika Gereja melarang orang tersebut
menerima Komuni Kudus; Gereja sekaligus menyerukan panggilan untuk bertobat,
berbalik dari kesalahan dan kembali ke jalan kekudusan. Saat seorang ibu
melarang anaknya, “Jangan ke sana, ada jurang!”, maka ibu tersebut memanggil
anaknya untuk berbalik dari jalan menuju jurang dan kembali ke jalan yang aman.
Bukankah ini perbuatan belas kasih?
Santo
Thomas Aquinas, mengikuti Tradisi Gereja, mengajarkan bahwa karya belas kasih
rohani superior terhadap karya belas kasih jasmani walau meski tetap
mengajarkan untuk tidak mengabaikan keduanya. Karya belas kasih rohani
dipandang superior dari karya belas kasih jasmani karena karya belas kasih
rohani berhubungan langsung dengan keselamatan abadi. Ambil contoh seturut
konteks di atas yaitu menegur sesama yang berbuat dosa. Kitab Suci memberikan
pernyataan yang jelas mengenai hubungan antara menegur sesama yang berbuat dosa
dengan keselamatan dan penghakiman ilahi.
Yeh
3:18 Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! --dan
engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan
orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat
itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab
atas nyawanya dari padamu.
Yeh 3:19 Tetapi jikalau engkau
memperingatkan orang jahat itu dan ia tidak berbalik dari kejahatannya dan dari
hidupnya yang jahat, ia akan mati dalam kesalahannya, tetapi engkau telah
menyelamatkan nyawamu.
Yeh 3:20 Jikalau seorang yang benar
berbalik dari kebenarannya dan ia berbuat curang, dan Aku meletakkan batu
sandungan di hadapannya, ia akan mati. Oleh karena engkau tidak memperingatkan
dia, ia akan mati dalam dosanya dan perbuatan-perbuatan kebenaran yang
dikerjakannya tidak akan diingat-ingat, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan
jawab atas nyawanya dari padamu.
Yeh
3:21 Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang yang benar itu supaya ia jangan
berbuat dosa dan memang tidak berbuat dosa, ia akan tetap hidup, sebab ia mau
menerima peringatan, dan engkau telah menyelamatkan nyawamu."
Tentu saja saat seorang Katolik yang berdosa berat
(contoh di atas dosa beratnya adalah bercerai-dan-menikah kembali dan menikah
secara non-Katolik) dilarang menerima Komuni Kudus, maka ia juga harus
diberitahu alasan pelarangan dengan dasar yang jelas dan tidak lupa beritahukan
bagaimana caranya ia bertobat atau berbalik dari kesalahannya. Tugas ini
bukanlah semata tugas para kaum tertahbis ataupun awam yang menjadi katekis,
tetapi semua umat Katolik sebagai bentuk kasih terhadap sesama.
Pax et bonum
0 komentar:
Post a Comment