Pembahasan
- Kerahiman: adakah
kebajikan ini dalam keluarga kita?
- Mengapa Maria
disebut Bunda Kerahiman?
- Bunda Maria
diciptakan tiada bernoda untuk turut melakukan karya kerahiman Allah
- Allah telah memilih
Bunda Maria untuk menjadi ibu yang melahirkan Yesus, Sang Kerahiman Ilahi
- Bunda Maria
melaksanakan karya kerahiman Allah dengan menjadi teladan murid Kristus
yang sejati
- Bunda Maria menjadi
pendoa syafaat bagi kita yang membawa permohonan- permohonan kita kepada
Allah
Dewasa ini,
sudah bukan rahasia lagi, jika ada banyak keluarga yang retak, bahkan yang
kemudian berpisah. Kita mungkin tidak perlu jauh-jauh untuk mencari contohnya,
sebab bisa jadi itu terjadi dalam lingkaran kerabat kita, bahkan keluarga kita
sendiri. Mengapa dan bagaimana hal itu dapat terjadi, tidaklah sama antara
suatu keluarga dengan yang lainnya. Tetapi ada satu akar yang sama yang menjadi
penyebabnya, yaitu ketika tidak ada lagi kerahiman, atau belas kasih sejati,
yang dihidupi dalam keluarga tersebut. Kerahiman atau belas kasih merupakan
sifat Allah yang paling utama, sebab Allah menyatakan diri-Nya sebagai Kasih
(1Yoh 4:8). Tanpa melibatkan Allah, yang adalah Kasih yang mempersatukan ini,
keluarga Kristiani akan kehilangan arah dan pedoman, sehingga tatkala ada
masalah ataupun perselisihan antara anggota- anggotanya, masing-masing pihak
akan cenderung memusatkan perhatian kepada kepentingan dan kehendaknya sendiri,
dan bukan kepada kebaikan bersama.
Kerahiman
Ilahi, itulah yang perlu kita mohon bagi keluarga kita. Agar dengan bersandar kepada
kerahiman Allah, kita dimampukan untuk menghidupi dan menerapkan sifat
kerahiman itu di dalam keluarga kita. Dalam hal inilah menjadi pas, jika
kita melihat teladan Bunda Maria, yang telah terlebih dahulu menghidupinya dan
menerapkannya dalam Keluarga Kudus di Nazaret, dan yang hingga kini terus
mengambil bagian dalam mewujudkan rencana Sang Kerahiman Ilahi itu dalam
sejarah umat manusia. Peran Bunda Maria ini khusus dan istimewa, justru karena
Tuhan Yesus menghendakinya demikian. Ia menghendaki agar Bunda Maria, Bunda-Nya
menjadi Bunda Kerahiman bagi kita semua, agar kita dapat belajar bahwa sifat
kerahiman itu, bukan hanya milik Allah sendiri, namun juga dapat menjadi milik
kita manusia. Sebab dengan menerapkan sifat kerahiman itu dalam hidup kita, kita
diubah sedikit demi sedikit untuk menjadi semakin menampakkan Allah Sang
Kerahiman, dalam diri kita. Bunda Maria adalah manusia pertama yang telah
menjadikan kerahiman Allah itu sebagai kesatuan yang tak terpisahkan dalam
hidupnya sendiri, dan karena itu, marilah kita mengikuti teladannya.
Mungkin
jawaban sederhananya adalah: karena Bunda Maria menyatakannya demikian kepada
sejumlah orang pilihan, yang oleh izin Allah, menerima wahyu pribadi, untuk
meneguhkan secara eksplisit apa yang dikehendaki Allah untuk dipahami oleh
umat-Nya, berkenaan dengan prinsip ajaran yang telah disampaikan oleh Wahyu
Allah dalam Kitab Suci. Yaitu bahwa sifat Allah yang terutama adalah belas
kasih dan Allah menghendaki agar kita, sebagai murid Kristus, untuk juga
berbelas kasih. Untuk maksud itulah Allah memberikan contoh yang sempurna,
yaitu Bunda Maria.
Dalam buku
hariannya, St. Faustina menuliskan pengalaman rohaninya, saat mendoakan doa
novena bagi intensi bapa pengakuannya. Di akhir doa novena itu, saat ia
mendaraskan doa Salam, ya Ratu, ia melihat Bunda Maria menampakkan diri
kepadanya dengan menggendong Kanak-kanak Yesus, sambil berkata, “Aku bukan
hanya Ratu Surga, tetapi juga Bunda Kerahiman dan juga Bunda-mu.”1
Perkataan ini serupa dengan apa yang pernah disampaikan oleh Bunda Maria kepada
St. Brigita dari Swedia di abad ke-14, “Akulah Ratu Surga dan Bunda Kerahiman;
akulah kesukaan bagi orang-orang benar, dan pintu yang melaluinya para pendosa
akan dibawa kepada Tuhan.”2
Perlindungan Bunda Maria sebagai ibu orang beriman, dan Bunda Kerahiman juga
kembali dinyatakan oleh Bunda Maria, kepada St. Juan Diego dari Guadalupe di
abad ke-16, dan kepada St. Bernadette Soubirous di abad ke-19. Maka, walau
istilah Bunda Kerahiman mungkin dianggap baru oleh sejumlah orang, namun
sebenarnya telah sejak abad awal, Gereja memohon kepada Bunda Maria, untuk memberikan
perlindungannya dengan doa-doa syafaatnya. Doa tersebut dikenal dengan sebutan Sub
Tuum Praesidium, yang berbunyi:
“Di bawah
kerahimanmu kami berlindung, O Bunda Tuhan. Jangan menolak permohonan kami
dalam kesesakan, tetapi bebaskanlah kami dari mara bahaya, [o engkau] yang suci
dan terberkati.”3
Dr. Robert
Stackpole, direktur The John Paul II Institute of Divine Mercy,
menjelaskan bahwa ada 4 alasan mengapa Bunda Maria disebut sebagai Bunda
Kerahiman, yaitu4:
- Sebab Bunda Maria yang
dikandung tidak bernoda dosa, diciptakan oleh Sang Kerahiman Ilahi untuk
turut melakukan karya Kerahiman Allah.
- Sebab Allah telah memilihnya
untuk menjadi Ibu Yesus, Sang Kerahiman Ilahi, dan Bunda Maria-lah yang
telah melahirkan Yesus itu di dunia.
- Sebab Bunda Maria melaksanakan
karya kerahiman Allah, dengan menunjukkan bagaimana caranya untuk menjadi
murid Kristus yang sejati.
- Sebab Bunda Maria senantiasa
menjadi pendoa syafaat bagi kita, yang membawa permohonan- permohonan kita
kepada Allah.
Injil
mengajarkan kepada kita, bagaimana Allah sendiri telah memilih Bunda Maria, dan
memenuhinya dengan rahmat-Nya. “Salam Maria, penuh rahmat, Tuhan sertamu”, yang
kita doakan dalam doa Salam Maria, diambil dari salam yang disampaikan oleh
malaikat utusan Tuhan kepada Bunda Maria, saat memberikan Kabar Gembira
kepadanya. “Hail Mary, full of grace, the Lord is with you”,
diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh LAI menjadi, “Salam, hai engkau yang
dikaruniai, Tuhan menyertai engkau” (lih. Luk 1:28). Namun di sini kita
menangkap intinya, yaitu Allah memberi salam penghormatan kepadanya, dan
menyebutnya sebagai seseorang yang dikaruniai dengan rahmat Allah, dan yang
disertai oleh Allah sendiri. Salam semacam ini tidak pernah disampaikan Allah
kepada siapapun yang lain. Kepenuhan rahmat Allah yang dalam diri Bunda Maria
juga merupakan kekhususan baginya, yang diberikan Allah sehubungan dengan tugas
istimewa yang dipercayakan kepadanya, yaitu untuk menjadi Bunda Kristus yang
adalah Allah, dan karena itu, Maria disebut sebagai Bunda Allah.
Karena
keistimewaan ini, maka apapun dalam diri Bunda Maria, memang adalah ciptaan
Sang Kerahiman Ilahi, dan diperuntukkan bagi karya Kerahiman Ilahi. Tak ada
mahluk ciptaan yang lain, yang dengan sempurna menyatakan kerahiman Allah,
selain daripada Bunda Maria yang dikandung tanpa noda. Sebab kerahiman Allah
yang tiada terbatas itulah yang memungkinkan Bunda Maria menerima rahmat
pengudusan yang sempurna, bahkan sejak terbentuk dalam rahim ibunya, agar ia
sungguh-sungguh layak mengemban tugas sebagai Bunda Putera Allah yang kudus.
Bunda Maria kemudian menanggapi rahmat Allah yang sungguh luar biasa ini,
dengan kesediaannya untuk taat dan melaksanakan kehendak Allah di sepanjang
hidupnya. Ketaatan Bunda Maria kepada Allah inilah yang menjadikannya kudus. Bunda
Maria menggenapi secara sempurna apa yang diajarkan oleh Rasul Petrus, bahkan
sebelum Rasul Petrus mengajarkan hal ini kepada Gereja:
“Hiduplah
sebagai anak-anak yang taat dan jangalah turuti hawa nafsu yang menguasai kamu…
tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia
yang kudus yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab
Aku adalah kudus.” (1Ptr 1:14-16)
Maka
kekudusan Bunda Maria, tidak dimaksudkan oleh Allah untuk menjadi kebaikan bagi
Bunda Maria itu sendiri, ataupun sebagai semacam persyaratan baginya untuk
menjadi ibu bagi Tuhan Yesus. Allah berkehendak agar kekudusan Bunda Maria itu
menjadi teladan bagi kita, agar kitapun dapat, seperti Bunda Maria, bertumbuh
menjadi kudus. Dengan kekudusan inilah, kita dapat turut mengambil bagian dalam
rencana kerahiman Allah, yaitu untuk membawa sebanyak mungkin orang kepada
keselamatan kekal.
Kini marilah
kita melihat ke dalam diri kita masing-masing dan terutama di dalam keluarga
kita: Apakah kita telah menjadi orang yang taat akan perintah Allah? Apakah
yang telah kita lakukan untuk bertumbuh dalam kekudusan? Apakah kita telah
menjadi orang yang berbelas kasih kepada orang lain, terutama kepada anggota-
anggota keluarga kita? Apakah kita telah mengikuti teladan kerahiman Allah,
dengan mengampuni semua orang yang telah menyakiti hati kita? Sebab kerahiman
Allah bukanlah sesuatu yang dimaksudkan Allah untuk kita terima bagi diri kita
sendiri, melainkan juga untuk kita bagikan kepada sesama kita, terutama mereka
yang kecil, lemah, tersingkir dan terlupakan. Dan bukannya tidak mungkin
orang-orang ini ada dalam keluarga kita. Sejauh mana kita telah memberikan
perhatian kasih kepada anak-anak kita, bahkan sejak mereka ada di dalam
kandungan? Sejauh mana kita telah memberikan kasih dan perhatian kepada
anak-anak kita, dan juga kepada orang tua kita, terutama jika mereka telah
lanjut usia dan sakit-sakitan? Apakah kita telah memperlakukan pasangan kita,
baik suami maupun istri, dengan kelemahlembutan? Bagaimanakah kita
memperlakukan setiap anggota dalam rumah tangga kita, termasuk para pembantu
rumah tangga, supir maupun satpam? Adakah kita telah memperlakukan mereka
dengan layak? Sebab belas kasih yang kita nyatakan kepada sesama kitalah, yang
menjadi bukti apakah kita sungguh telah mengasihi Tuhan. Rasul Yohanes
menuliskan dalam suratnya:
“Jikalau
seorang berkata: “Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia
adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya,
tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.” (1 Yoh 4:20).
Di tanggal
20 Oktober 2014 ini, kita rakyat Indonesia resmi memiliki Presiden dan Wakil
Presiden yang baru. Ibunda Bp. Joko Widodo, tentu layak untuk disebut ibunda
Presiden, sebab anaknya adalah Presiden RI. Demikianlah juga, karena Tuhan kita
Yesus Kristus adalah Sang Kerahiman Ilahi, maka Bunda-Nya, Bunda Maria, layak
disebut sebagai Bunda Kerahiman. Melalui Bunda Maria-lah Kristus Sang Kerahiman
Ilahi dapat lahir ke dunia, dan mengambil rupa manusia. Melalui Bunda
Maria-lah, Kerahiman Allah yang tidak kelihatan itu menjadi kelihatan dan hadir
di tengah- tengah umat-Nya.
Peran Bunda
Maria yang sangat istimewa dan hanya satu-satunya ini dalam sejarah keselamatan
umat manusia, tidak meniadakan peran setiap kita, yang juga dipercaya oleh
Allah untuk turut mengambil bagian dalam menghadirkan kerahiman Allah di tengah
umat-Nya. Setelah kenaikan-Nya ke Surga, kehadiran Kristus di tengah Gereja
dinyatakan dalam sakramen Ekaristi kudus, yang tiap-tiap hari dirayakan oleh
Gereja dalam perayaan Ekaristi. Kita sebagai anggota Gereja dipanggil oleh
Allah untuk mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi, agar setelah menerima Kristus
yang sungguh hadir secara nyata di dalam Ekaristi itu , kitapun dapat
membagikan Kristus kepada sesama kita. Sebagaimana Bunda Maria telah
menghadirkan Kristus ke dunia, kitapun dipanggil oleh Allah untuk menghadirkan
Kristus ke dunia di sekitar kita, entah di rumah, di sekolah, di tempat kerja,
maupun di mana saja.
Maka bagi
keluarga kita, pertanyaannya adalah, apakah kita telah bersama-sama dengan
keluarga kita, menghadiri dan mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi kudus?
Sebab sakramen Ekaristi adalah sakramen cinta kasih dan sakramen pemersatu yang
dikehendaki Allah sebagai sarana untuk mempersatukan seluruh anggota keluarga
kita. Dengan mengambil bagian dalam Ekaristi kudus, pasangan suami istri
memperbaharui kembali janji perkawinan mereka. Sebab dalam Ekaristilah, Gereja
sebagai Tubuh Kristus merayakan dan menyatakan kesatuannya dengan Kristus
sebagai Kepalanya. Suami istri yang telah dipersatukan oleh Kristus dalam
sakramen Perkawinan, mengambil bagian dalam kesatuan Kristus dengan Gereja-Nya
ini. Mengingat begitu dalamnya makna Ekaristi bagi kesatuan suami istri, maka
marilah kita bertanya kepada diri kita masing-masing, sejauh mana kita telah
melakukan hal ini? Apakah sebagai suami istri kita telah hadir dalam perayaan
Ekaristi dan bersama-sama memperbaharui janji perkawinan setiap kali menyambut
Kristus dalam Komuni kudus? Apakah ketika mengalami pergumulan ataupun
permasalahan dalam perkawinan ataupun keluarga kita, kita menimba kekuatan dari
Kristus dalam Ekaristi? Apakah kita telah dengan sungguh-sungguh turut
mempersiapkan anak-anak kita untuk menerima Komuni Pertama dengan penuh rasa
syukur? Sejauh mana kita sendiri menghayati makna Ekaristi, sehingga kita dapat
membagikan penghayatan kita kepada pasangan kita, suami ataupun istri, dan kepada
anak-anak kita?
Sebagai
Bunda Kerahiman, Bunda Maria mengajarkan kepada St. Faustina demikian, “Aku
menghendaki, anak-ku yang terkasih, agar engkau melaksanakan tiga kebajikan ini
yang sangat berharga bagiku- dan yang sangat berkenan kepada Allah. Yang
pertama adalah kerendahan hati, kerendahan hati dan sekali lagi, kerendahan
hati; yang kedua adalah kemurnian; dan yang ketiga adalah kasih akan Tuhan.”5
Dengan kata lain, Bunda Maria mendorong kita, agar menumbuhkan ketiga kebajikan
ini dalam kehidupan kita, agar kita dapat bertumbuh di dalam kekudusan. Kepada
kekudusan itulah kita semua dipanggil, sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Suci
(lih. Im 19:2; Mat 5:48; 1Tes 4:3). Panggilan untuk hidup kudus inilah yang
diserukan kembali oleh Konsili Vatikan II, sebagaimana tertulis dalam Lumen
Gentium.6
Demikianlah, Gereja mengajarkan bahwa kekudusan dimaksudkan untuk semua orang,
tidak saja untuk para religius; namun juga untuk kita kaum awam, baik yang
lajang maupun yang hidup berkeluarga. Dan untuk mencapai kekudusan ini, kita
harus memulai dari langkah pertama, yaitu kerendahan hati.
Mengapa
kerendahan hati? Kerendahan hati adalah dasar dari semua kebajikan yang lain,
sebab tanpa kerendahan hati, kita tidak dapat sungguh-sungguh memiliki
kebajikan-kebajikan yang lain.7
Kerendahan hati juga disebut sebagai ‘ibu’ dari semua kebajikan, sebab ia
melahirkan ketaatan, takut akan Tuhan, dan penghormatan kepada-Nya, kesabaran,
kesederhanaan, kelemah-lembutan dan damai sejahtera.8
Tuhan Yesus sendiri menghendaki agar kita belajar daripada-Nya untuk menjadi
lemahlembut dan rendah hati (Mat 11:29).
Kerendahan
hati atau humility berasal dari kata humus (Latin), artinya
tanah/ bumi.9
Jadi, kerendahan hati maksudnya adalah menempatkan diri ‘membumi’ ke tanah. St.
Thomas Aquinas mengatakan, bahwa pengenalan akan diri sendiri bermula pada
kesadaran bahwa segala yang baik pada kita datang dari Allah dan milik Allah,
sedangkan segala yang jahat pada kita timbul dari kita sendiri.10
Kesadaran akan hal ini membawa kita pada kebenaran: yaitu bahwa kita ini bukan
apa-apa, dan Allah adalah segalanya. Di mata Tuhan kita ini pendosa, tetapi
sangat dikasihi oleh-Nya. Kerendahan hati inilah, kata St. Thomas, adalah dasar
dari ‘rumah rohani’ kita.11
Selain itu,
kerendahan hati adalah lawan dari kesombongan yang menjadi dosa pertama dari
manusia pertama. Kesombongan adalah sikap ‘menolak’ untuk taat kepada Allah,
seperti kita lihat pada kisah Adam dan Hawa (Kej 2:8-3:14). Demikianlah,
rencana keselamatan Allah untuk menebus dosa umat manusia itu, diwujudkan
awalnya dengan kerendahan hati; dalam hal ini, oleh kerendahan hati Kristus-
sebagai Adam yang baru; dan kerendahan hati Bunda Maria- sebagai Hawa yang
baru. Kristus rela mengosongkan diri-Nya, dengan mengambil rupa manusia, untuk
kemudian menanggung hukuman yang paling hina sebagai seorang hamba (lih. Flp
2:5-11). Surat kepada jemaat Ibrani menuliskan tentang perkataan Kristus kepada
Bapa-Nya ketika Ia masuk ke dalam dunia, yang menunjukkan ketaatan-Nya kepada
Allah Bapa:
“Korban dan
persembahan tidak Engkau kehendaki -tetapi Engkau telah menyediakan tubuh
bagiku-. Kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak berkenan.
Lalu Aku berkata: Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis
tentang Aku untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku.” (Ibr 10:5-7)
Demikian
pula, Bunda Maria menunjukkan ketaatannya kepada kehendak Bapa, ketika ia
berkata kepada malaikat itu yang menyampaikan Kabar Gembira kepadanya, bahwa ia
akan mengandung Sang Putera Allah:
“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38)
“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1:38)
Maka, selain
Kristus, Bunda Maria adalah contoh yang sempurna tentang kerendahan hati dan
kesempurnaan kasih. Bunda Maria menyadari bahwa ia dikaruniai oleh rahmat yang
istimewa dengan menjadi Bunda Allah yang Mahatinggi, namun ia tetap rendah hati,
dengan menganggap dirinya sebagai hamba Allah, yang siap melakukan
kehendak-Nya. Kerendahan hatinya inilah yang mendorong Bunda Maria untuk
mengutamakan kebutuhan Elisabet saudaranya, daripada memikirkan pergumulannya
sendiri. Bunda Maria senantiasa mensyukuri rahmat Allah yang diterimanya, dan
merenungkannya di dalam hatinya (lih. Luk 2:19, 51). Bunda Maria tidak
meninggikan diri dan menuntut keistimewaan karena telah dipilih Allah menjadi
ibu Putera-Nya. Bunda Maria tidak mengeluh ketika tidak memperoleh tempat
penginapan dan karena itu harus melahirkan di kandang hewan yang hina. Ia tetap
memenuhi ketentuan yang disyaratkan tentang pentahiran menurut hukum Taurat
Musa, dan dengan demikian tidak menonjolkan dirinya sebagai seseorang yang
telah dikuduskan oleh Tuhan (lih Luk 2:22; Im 12:3-8). Dengan kerendahan
hatinya, Bunda Maria melaksanakan perannya untuk membesarkan Tuhan Yesus, dalam
kemiskinan dan kesederhanaan, namun dengan rasa syukur dan pujian kepada Tuhan,
sebagaimana dikidungkannya dalam Magnificat (Luk 1:46-56). Demikianlah,
Bunda Maria menunjukkan bahwa kerendahan hati membantu kita untuk melihat
segalanya dengan kaca mata Tuhan. Kita melihat diri kita yang sesungguhnya,
tidak melebih-lebihkan hal positif yang ada pada kita, namun juga tidak mengingkari
bahwa semua yang baik pada diri kita adalah pemberian Tuhan, sehingga
sepantasnya dipergunakan untuk kemuliaan Tuhan (1Tim 1:17).
St. Theresia
Kanak- kanak Yesus menyatakan bahwa penghinaan adalah ‘rahasia bagi kekudusan’.12
Maksudnya ialah, kesediaan untuk menerima kesalahan adalah sangat penting, agar
kita dapat bertumbuh dalam kerendahan hati. Untuk memperbaiki kesalahan, pertama-tama
kita harus mengetahui dan mengakuinya terlebih dahulu. Untuk itu, kita perlu
diberitahu, entah oleh Tuhan sendiri, atau melalui orang lain. Hal ini dapat
mempermalukan kita, tetapi kita perlu menerimanya dengan lapang. Sebab, jika
proses ini kita terima dengan semangat Kristiani, kita dapat dengan pasti
menjadi rendah hati.13
Hal teguran atas dasar kasih ini, paling tulus diterapkan dalam keluarga. Sebab
dalam keluargalah kita dapat yakin bahwa jika kita ditegur, tentulah itu
dilakukan atas dasar kasih dan untuk kebaikan diri kita sendiri. Dalam hal ini,
orang tua memiliki kewajiban atau tanggung jawab untuk menegur anak-anak atas
dasar kasih, jika mereka telah berlaku menyimpang dari jalan Tuhan. Demikian
pula suami dan istri perlu saling menegur jika salah satu menjauh dari Tuhan.
Bahkan, anak-anak-pun sesungguhnya dapat dengan cara mereka sendiri
mengingatkan orang tua, jika mereka melakukan sesuatu yang salah di hadapan
Tuhan. Di sinilah perlu sikap kerendahan hati dari pihak yang ditegur, agar
dapat menerimanya dengan hati lapang, dan juga dari pihak yang menegur, agar
motivasinya bukan untuk menonjolkan diri; namun semua mengusahakan kebaikan
bagi sesama anggota keluarga.
Kebajikan
kerendahan hati sungguh nyata diperlukan dalam keluarga. Sebab kerendahan hati
ini-lah yang memampukan kita untuk terus bersyukur kepada Tuhan, dalam keadaan
apapun. Jika kerendahan hati telah dihidupi di dalam keluarga, maka setiap
anggotanya akan berusaha untuk tidak mementingkan diri sendiri, mau melayani
dan memperhatikan kebutuhan sesama anggota yang lain tanpa diminta. Kerendahan
hati yang membuat kita sadar bahwa segala yang baik pada diri kita adalah
karunia pemberian Allah, akan mendorong kita untuk mempergunakannya untuk
kemuliaan Tuhan. Dan tujuan yang satu dan sama ini akan mempersatukan seluruh
anggota keluarga!
Tuhan Yesus
bersabda, “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat
Allah.” (Mat 5:8). Maka kesucian dan kemurnian hati, merupakan syarat bagi kita
untuk memandang Allah di Surga. Di tengah dunia sekitar kita yang semakin
menekankan hal-hal yang sensual, Bunda Maria mengingatkan kita akan pentingnya kebajikan
kemurnian. Kemurnian yang dimaksud di sini adalah integrasi seksualitas di
dalam diri manusia, yang menuju kepada kesatuan yang tak terpisahkan antara
tubuh dan jiwa. Karena perwujudan kasih kita kepada Tuhan dan sesama melibatkan
tubuh dan jiwa kita, maka di sinilah kebajikan kemurnian menjadi tidak
terpisahkan dengan perwujudan kasih yang sejati.
Kita semua
yang telah dibaptis dipanggil untuk menjaga kemurnian tubuh kita, sebab melalui
Baptisan, tubuh kita menjadi bait Allah, tempat kediaman Allah sendiri:
“Tidak
tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh
Kudus yang kamu peroleh dari Allah, -dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?
Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu
muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (1Kor 6:19-20; lih. 1Kor 3:16).
Bunda Maria,
menjadi teladan bagi kita dalam hal kemurnian, karena ia sungguh adalah seorang
yang murni, baik tubuh dan jiwanya. Bunda Maria dikandung tidak bernoda, dan
tidak berdosa sepanjang hidupnya.14
Ia adalah seorang yang tetap perawan, baik sebelum, pada saat dan setelah
melahirkan Tuhan kita Yesus Kristus.15
Ia menjaga keutuhan tubuh dan jiwanya, demi kasihnya kepada Allah yang telah
memilihnya menjadi ibu bagi Kristus Putera-Nya. Dengan kemurnian hatinya, Bunda
Maria mengikuti teladan Kristus yang juga telah menyerahkan Tubuh dan Jiwa-Nya
seluruhnya demi melaksanakan kehendak Allah.
Kita pun
dipanggil untuk menjadi seperti Kristus dan Bunda Maria, dengan mempersembahkan
tubuh kita untuk melakukan kehendak Allah dan memuliakan Dia. Dalam hal ini,
kita perlu untuk selalu menimba kekuatan dari Kristus, yang telah terlebih
dahulu mempersembahkan diri-Nya di kayu salib. Dengan merenungkan Kristus yang
tersalib itu, sebelum mencapai kemuliaan kebangkitan-Nya, kita dikuatkan juga
untuk menyalibkan keinginan tubuh yang tidak teratur, agar kita dapat bangkit
dalam kehidupan bersama Yesus dan di dalam Yesus, untuk menggunakan tubuh kita
sesuai dengan keinginan jiwa kita untuk melaksanakan kehendak Allah. Maka tak
terpisahkan dari kemurnian tubuh adalah kemurnian jiwa, yang ditandai dengan
kemurnian hati nurani untuk melaksanakan apa yang baik dan benar, sesuai dengan
kehendak Allah. Kemurnian hati ini, sangatlah penting untuk kita jaga dan
junjung tinggi, sebab jika kita mengabaikannya, maka iman kita menjadi
taruhannya. Sebab demikianlah yang diajarkan oleh Rasul Paulus, “Beberapa orang
telah menolak hati nurani-nya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman
mereka” (1Tim 1:19).
Dalam
keluarga, kemurnian tubuh dan jiwa diuji, justru karena dalam keluargalah kasih
sejati dinyatakan. Suami istri dipanggil untuk menjaga kemurnian tubuh dan jiwa
dengan mewujudkan kesetiaan satu sama lain dalam menjaga kesucian hubungan
seksual suami istri, yang mengarah kepada kesatuan kasih yang total, tanpa
syarat dan mengarah kepada kehidupan. Kemurnian tubuh dan jiwa juga menjadi
perjuangan bagi anak- anak ataupun kaum muda, di tengah godaan zaman ini yang
cenderung mengabaikannya. Di sini pentinglah pengarahan dan pendampingan dari para
orang tua kepada anak-anak mereka, agar anak-anak dapat memahami dan menjunjung
tinggi kemurnian demi menjaga iman yang menghantar mereka kepada keselamatan
kekal.
Walaupun
disebutkan di urutan ketiga, tidak berarti bahwa kasih akan Allah itu kurang
penting jika dibandingkan dengan kebajikan kerendahan hati dan kemurnian.
Sebaliknya, kasih akan Allah inilah yang menjadi jiwa dari segala kebajikan.
Kasih akan Allah menjadi hal utama untuk dimiliki, agar kita dapat menerapkan
kerendahan hati dan kemurnian yang sejati dalam hidup kita. Tuhan Yesus sendiri
mengajarkan kepada kita, betapa kita harus mengasihi Tuhan, sebab dengan
demikian kitapun dapat mengasihi sesama. Pada kedua hukum kasih inilah
tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi:
“Kasihilah
Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah:
Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang
lebih utama dari pada kedua hukum ini.” (Mrk 12:30, lih. Mat 22:37-40)
Bunda Maria,
menjadi teladan bagi kita untuk mengasihi Allah. Tiada seorangpun yang memiliki
hubungan kasih dengan Tuhan Yesus yang lebih erat daripada kasih Bunda-Nya,
Maria, kepada-Nya. Bunda Maria telah mengandung, melahirkan, membesarkan, dan
menyertai Kristus, bahkan sampai di bawah kaki salib-Nya, saat hampir semua
murid-Nya meninggalkan Dia. Kasih akan Allah, mendorong Bunda Maria untuk tetap
taat setia akan kehendak Allah sampai akhir hidupnya di dunia. Oleh rahmat
Allah, Bunda Maria diangkat ke Surga, tubuh dan jiwanya; dan ini menjadi
penggenapan janji Allah akan kebangkitan badan bagi umat Kristen.16
Perintah
Allah agar kita mengasihi Dia dan sesama, berkaitan erat dengan hakekat Allah
yang adalah kasih (1Yoh 4:8), dan bahwa Allah menghendaki kita menjadi serupa
dengan Dia (lih. Mat 5:48). Demikianlah kepada St. Faustina, Tuhan Yesus
menegaskan kembali bahwa sifat Allah yang paling utama, adalah belas kasih-Nya,
dan Allah menghendaki agar belas kasih-Nya itu diwartakan kepada semua orang,
agar mereka, terutama para pendosa dapat kembali kepada-Nya. “Wartakanlah,
bahwa Belas kasih adalah sifat Allah yang terbesar. Semua karya tangan-Ku
dimahkotai dengan belas kasih.” 17
Sejalan
dengan kehendak Kristus ini, keluarga perlu menumbuhkan kebajikan kasih akan
Allah ini. Dalam keluargalah, seseorang belajar untuk mengasihi Allah, dan juga
untuk menyatakannya dengan mengasihi setiap anggota keluarga. Di dalam
keluarga-lah, kita belajar berdoa, berdoa bersama dan bersama menerima
sakramen-sakramen Gereja. Dalam keluarga kita bertumbuh dalam iman dan kasih;
dalam kekudusan dan pengorbanan sebagaimana yang telah dilakukan oleh Kristus
bagi kita. Dalam keluarga kita belajar untuk memaafkan dan memberi maaf,
bekerja dengan suka cita, dan memberikan diri kita kepada sesama,18
demi kasih dan pengabdian kita kepada Allah yang telah memberkati dan
mempersatukan kita dengan keluarga kita.
Akhirnya,
Bunda Maria layak disebut sebagai Bunda Kerahiman, sebab ia sendiri berbelas
kasih ataupun menyatakan kerahiman kepada kita, yang telah diberikan Kristus
agar menjadi anak-anaknya juga (lih. Yoh 19:26-27). Kristus menghendaki agar
Bunda Maria dapat terus menyertai kita dalam kehidupan kita, sebagaimana ia
telah menyertai Kristus sampai wafat-Nya di kayu salib. Setelah diangkat ke
Surga, Bunda Maria tetap menyertai kita sebagai ibu rohani bagi kita. Ia
melanjutkan tugas perantaraannya untuk mendukung Pengantaraan Yesus, dengan
terus menjadi pendoa syafaat bagi kita yang masih berziarah di dunia ini.19
Demikianlah maka kita dapat selalu menyampaikan doa-doa kita kepada Tuhan Yesus
melalui perantaraan Bunda Maria. Kepekaan Bunda Maria akan kebutuhan kita,
sebagaimana yang dilakukannya kepada pasangan suami istri di Kana (lih. Yoh
2:1-11), itu juga dilakukannya kepada kita. Bunda Maria selalu membawa kita
kepada Kristus Puteranya, dan meminta kita melakukan segala yang diperintahkan
Kristus kepada kita (lih. Yoh 2:5).
Menyadari
akan peran Bunda Maria yang mengambil bagian dalam rencana kerahiman Allah bagi
manusia, kita dapat atau bahkan sudah sepantasnya menyambut anugerah ini,
dengan menyerahkan keluarga kita ke dalam penyertaan doa-doa syafaatnya. Kita
tidak perlu ragu berdoa bersama Bunda Maria dan memohon dukungan doanya, sebab
untuk itulah ia diberikan oleh Kristus kepada kita. Kita dapat melakukannya
dengan berdoa rosario bersama keluarga, berdoa Angelus, ataupun berdoa
menyerahkan keluarga kita kepada penyertaan Bunda Maria. Berikut ini adalah
contoh doa penyerahan tersebut:
Kepala
Keluarga:
O, Hati
Maria yang tak bernoda, tempat perlindungan bagi orang berdosa, kami
menyerahkan keluarga kami kepadamu. Di zaman pergumulan rohani yang dahsyat
ini, antara kebenaran dan tipu daya, antara nilai-nilai keluarga yang murni dan
pembolehan segala macam hal yang menyesatkan, kami memohon agar engkau menerima
kami semua di dalam jubah perlindunganmu, dan bimbinglah kami kepada Hati Kudus
Puteramu, Tuhan Yesus Kristus.
Dengan
menyerahkan diri kami kepadamu, kami menerima engkau sebagai Bunda dan Teladan
kami. Kami sekeluarga membuka hati kami bagimu, agar kami menerima dengan
limpah, buah dari penyerahan diri kami ini, yaitu persekutuan yang penuh dengan
Hati Kudus Yesus. Kami sekeluarga menerima engkau dalam rumah kami, di hati
kami dan keluarga kami. Kami mengundang engkau untuk mengambil bagian dalam
hidup kami sepenuhnya, dalam suka dan duka kami. Kami mempercayakan diri kami
ke dalam perlindungan keibuan-mu, kepada doa syafaatmu, dan kepada bimbinganmu,
sebab engkaulah jalan yang pasti dan sempurna, yang menghantar kami kepada
Kristus.
Anggota
keluarga:
Bunda Maria,
Bunda Kristus yang memahami dengan sempurna segala isi Hati-Nya, Pikiran dan
Sifat-Nya, kami memohon kepadamu agar membentuk kami dan mengajarkan kami agar
menjadi seperti Yesus, sehingga kami dapat menjadi gambaran yang hidup akan
Kristus di dalam keluarga kami, di Gereja maupun di dunia ini.
Engkau yang
adalah Sang Perawan Suci dan Bunda kami, limpahkanlah kepada keluarga kami, roh
kemurnian hati, pikiran dan tubuh. Semoga kami semua hidup dalam kemurnian
menurut status hidup kami dan semoga kebajikan kesederhanaan mencegah masuknya
segala bentuk ketidakmurnian, perendahan atau manipulasi tubuh, ke dalam
keluarga kami.
Engkau yang
adalah Ibu Rohani kami, bantulah kami bertumbuh dalam hidup rahmat, untuk hidup
sepenuhnya di dalam kehidupan ilahi, yang telah kami terima saat kami dibaptis.
Pimpinlah kami ke jalan kekudusan dan jangan biarkan kami jatuh ke dalam dosa
berat ataupun menyia-nyiakan rahmat yang telah diperoleh Kristus bagi kami
melalui kurban Salib-Nya.
Engkau yang
adalah Teladan bagi jiwa kami, ajarlah kami menjadi penurut seperti engkau,
agar dapat menerima dengan taat dan rasa syukur, semua Kebenaran yang diajarkan
oleh Putera-Mu melalui Gereja dan melalui Magisterium Gereja.
Engkau yang
adalah Pendoa syafaat di hadapan Putera-mu, pandanglah dengan matamu yang penuh
kasih, semua anggota keluarga kami, dan bahkan meskipun kami tidak menyadari
apa yang kami butuhkan sendiri, bawalah kami mendekat kepada Putera-mu, dan
mohonlah kepada-Nya, seperti di Kana, bagi mukjizat air menjadi anggur bilamana
keluarga kami kekurangan anggur cinta kasih.
Engkau yang
secara khusus mengambil bagian dalam kurban Kristus yang menyelamatkan,
bimbinglah keluarga ini dalam kesetiaan di hadapan Salib Kristus. Di saat
penderitaan, semoga kami tidak mencari kepentingan diri kami sendiri, tetapi
lebih memilih untuk menemani yang menderita. Di saat kekeringan dan
kesendirian, semoga kami setia memegang janji kami kepada-Mu, dan semoga kami
menjalani pengorbanan dan pergumulan hidup kami dalam kesatuan dengan Puteramu
Kristus yang disalibkan.
Kepala
Keluarga:
Dengan
kesatuan Hati Maria yang tak bernoda dan Hati Kudus Yesus, kami mohon agar
keluarga kami, yang hari ini diserahkan kepada Kedua Hati ini, dapat hidup
dalam kasih, damai, kemurahan hati, kesetiaan, suka cita dan kesatuan. Semoga
keluarga kami menjadi tempat tinggal yang suci, di mana setiap anggotanya
berdoa bersama, dan berkomunikasi satu dengan lainnya dalam suka cita dan
semangat; di mana suami dan istri saling menghormati satu sama lain; di mana
anak-anak -baik yang masih kecil maupun remaja- mengasihi, menghormati dan
manaati orang tua mereka; di mana kami orang tua melaksanakan dengan penuh
tanggung jawab, tugas untuk mengasihi, membentuk, membimbing dan mengajar
anak-anak kami, sehingga mereka dapat bertumbuh di dalam rahmat di hadapan
Tuhan dan manusia. Kami mohon agar dengan penyerahan diri kami ini, keluarga
kami dapat dilindungi dari segala yang jahat, baik secara rohani maupun
jasmani. Semoga Hati-mu yang tiada bernoda memimpin di rumah ini, sehingga
Tuhan Yesus Kristus dapat semakin kami kasihi, kami dengar, dan kami taati
dalam keluarga kami.
Demi Kristus
Tuhan dan Pengantara kami, Amin.
Selain
menyerahkan keluarga kita ke dalam perlindungan doa-doa Bunda Maria, kitapun
dapat berdoa bersamanya untuk memohon pencurahan Roh Kudus dan pertobatan
dunia. Sebagaimana Bunda Maria hadir di tengah para Rasul untuk memohon
turunnya Roh Kudus (lih. Kis 2:14), iapun hadir di tengah keluarga kita dan
turut mendoakan agar Roh Kudus menaungi keluarga kita. Roh Kudus inilah yang
mendorong kita untuk memiliki kerinduan yang besar untuk mendoakan pertobatan
sesama, terutama orang-orang yang kita kasihi, tanpa mengabaikan pertobatan
diri kita sendiri. Kristus sendiri menyatakan kepada St. Faustina, “Doa yang
paling menyenangkan hati-Ku adalah doa bagi pertobatan orang-orang berdosa.
Ketahuilah, anak-Ku, bahwa doa ini selalu didengarkan dan dijawab.” 20
Demikianlah, kita mengetahui bahwa doa Koronka Kerahiman Ilahi adalah doa yang
berkenan di hadapan Tuhan, sebab dalam doa tersebut kita memohon belas kasih
Allah bagi dunia, “Demi sengsara Yesus yang pedih, tunjukkanlah belas kasih-Mu
kepada kami dan seluruh dunia…”
Begitu
besarlah kasih Yesus Sang Kerahiman Ilahi, kepada kita, karena Ia telah
memberikan Maria Ibu-Nya untuk menjadi Ibu bagi kita juga, agar Bunda Maria,
yang telah terlebih dahulu menerima Kerahiman Allah, dapat juga menyalurkan
kerahiman itu kepada kita. Dengan melihat teladan Bunda Maria, kitapun
dipanggil untuk menyalurkan belas kasih dan kerahiman Allah kepada sesama,
terutama kepada setiap anggota keluarga kita. Seperti halnya Bunda Maria, yang
oleh karena Kerahiman Ilahi, telah dijadikan kudus tak bernoda sejak di dalam
kandungan sampai akhir hidupnya, kitapun dipanggil untuk hidup dalam kekudusan,
dan dengan demikian turut mengambil bagian dalam karya Kerahiman Allah. Dalam
perjuangan kita mengejar kekudusan itu, kita dapat selalu melihat kepada
teladan Bunda Maria, yang dapat membantu kita menjadi orang-orang yang berbelas
kasih. Ia menjadi contoh bagi kita dalam hal kerendahan hati, kemurnian dan
kasih akan Allah; ketiga kebajikan yang sangat penting untuk dipupuk dalam
keluarga kita, agar kesatuan kasih dalam keluarga kita tetap terjaga. Akhirnya,
baiklah untuk kita ingat bahwa Tuhan Yesus dan Bunda Maria tidak pernah
meninggalkan kita. Bunda Maria menjadi pendoa syafaat bagi kita di hadapan
Tuhan Yesus. Oleh kerahiman Tuhan Yesus-lah, kita beroleh pengharapan yang
teguh, bahwa Ia akan selalu menjadi tempat perlindungan bagi kita asalkan kita
mau bertobat dan mengandalkan Dia, di sepanjang hidup kita. “Tuhan Yesus,
Engkaulah Andalanku. Bunda Maria, Engkaulah Teladanku, doakanlah kami!”
0 komentar:
Post a Comment