January 17, 2016

MENYAMBUT TAHUN KERAHIMAN

MENYAMBUT  TAHUN  KERAHIMAN  DENGAN  GEMBIRA

Tahun kerahiman telah dibuka pada 8 Desember 2015 lalu, Sebelumnya , Paus Fransiskus telah menerbitkan Bulla Misericordiae Vultus ( Wajah Kerahiman) pada 11 April 2015. Itu berarti tahun rahmat bagi manusia menjadi nyata. Rahmat yang menggembirakan tersebut berupa pengampunan Allah secara aktual.

Dunia dan seisinya tengah kering kerontang alias haus akan kerahiman Allah. Manusia telah kehilangan rasa kemanusiaannya. Dengan mudah kita mencatat fakta fakta yang sungguh menyayat hati. Sengaja saya tidak mengangkat kejadian kejadian miris disekitar kita, tetapi tengoklah negara negara Timur Tengah sekarang  bagaikan neraka dengan konflik yang berkepanjangan. Alih alih agama menjadi ibu yang melindungi anak anaknya , justru menjadi bamper untuk membenarkan tindakan kekerasan itu. Manusia menjadi nihil harga, orang disiksa, dipenggal, dikurung lantas dibakar hidup hidup dan digantung seperti binatang menjadi pemandangan tak berperi kemanusiaan. Adakah masa depan itu?

Banyak orang , terutama para pengungsi, makin kehilangan harapan akan masa depan. Mereka merasa lelah untuk hidup. Mereka harus lari dari ancaman maut. Apa salah mereka ? Mengapa mereka harus mengalami kehilangan hak atas hidup ditanah airnya ? Siapakah mereka seakan mempunyai mandat sebagai pencabut nyawa sesama ?

Manusia sekarang mesti sadar akan kemanusiaannya. Manusia harus kembali kepada pertanyaan dasar, “ Untuk misi apa lahir kedunia?” Allah mempunyai rencana indah dari setiap manusia. Allah ingin agar manusia menampilkan wajah-Nya, wajah penuh cinta dan kerahiman.

Paus Fransiskus secara jeli menekankan aspek ini. Pada awal Bulla Misericordiae Vultus  Paus menegaskan bahwa Tuhan Yesus Kristus adalah wajah kerahiman Bapa, Rupanya Paus mau menekankan bahwa kerahiman ilahi itu kasat mata dan menjadi hidup dalam kehadiran dan karya Tuhan Yesus.

Gereja tidak boleh lupa akan hakikat dan fakta ini, Kita mau mempercayai secara baru dan membara Kerahiman Ilahi sumber perubahan hidup. Dari Kerahiman Ilahi itu mengalir sukacita, keadilan, kedamaian dan ketenangan. Tanpa adanya praktik kerahiman maka hal yang terjadi adalah khaos alias kekacauan dimana mana.

Beberapa waktu lalu saya melayani pemberkatan pernikahan di gereja. Mereka satu iman Katolik, Saya menegaskan dan memberi pesan pada pengantin baru, bahwa kesuksesan pernikahan bukanlah semata karena telah menemukan pasangan hidup tetapi karena satu sama lain berani untuk menjadi pasangan yang baik, bisa saling mengampuni.

Pasangan yang baik akan memelihara rasa syukur kepada Tuhan karena anugerah  pasangan (jodoh) yang telah diberikan-Nya. Orang perlu meyakini bahwa pasangan hidup adalah bagian dari anugerah dan rencana Tuhan. Dengan mata iman , orang dapat menerima rencana Tuhan ini. Karena itu orang yang sudah menikah apalagi yang sudah berlangsung lama dan masih meragukan dengan membatin  “ inikah orang yang Tuhan berikan padaku sebagai jodoh itu? Pertanyaan ini menurut saya sudah terlambat, karena orang yang sudah menikah tidak lagi bertanya dan menimbang nimbang , tetapi menjalani apa yang telah menjadipilihannya dengan kesetiaan sesuai dengan janji pernikahan. Anda berjanji untuk saling mencintai dalam untung dan malang, disaat suka dan duka, diwaktu sehat dan sakit, Ketika masuk saat duka, kenapa orang menjadi tidak tabah? Bukankah cinta sejati itu sabar menanggung segala sesuatu ( 1Kor13:7)?

Tidak hanya itu, pernikahan itu sukses justru ketika suami istri satu sama lain mau menjadi pasangan yang baik, Dalam pengertian sederhana: masing masing bersepakat bahkan berlomba untuk menjadi pribadi pengampun. Bukan sebaliknya, orang malah menjadi pribadi yang suka menghakimi.

Lihat saja, ketika soal remeh dikorek korek dan dibesar besarkan, maka keluarga akan terancam. Apakah perkara besar jika si istri masak terlalu asin, suami gelap mata menuduh istri apa pingin menikah lagi? Tentu ini menyakitkan, Sudah hilangkah toleransi dari kesabaran itu?

Seorang pribadi pengampun akan mendahulukan kesabaran dan kebijaksanaan daripada penghakiman yang cenderung menyakitkan. Semoga Tahun Kerahiman ini juga menjadi berkat bagi setiap keluarga dan menyambut perayaan ini dengan gembira.

Disalin dari Rm. Andreas Yudhi Wiyadi, O.Carm.



0 komentar:

Post a Comment