👍🏾 ❤️
Tolong dibaca bagus sekali ceritanya sampai air mata keluar sendiri.... Luang
kan waktu sejenak ... Baca sampai habis
Repost
dr fb : True story....
Ini
adalah kisah dari milis warga Indonesia
yg bermukim atau pernah bermukim di
Jerman.
Layak
untuk dibaca beberapa menit, dan direnungkan seumur hidup.
Saya
adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah saya.
Kelas
terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi.
Tugas
terakhir dosen yang diberikan kepada siswanya
diberi nama "Smiling."
Seluruh
siswa diminta untuk memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang
ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka.
Setelah
itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan didepan kelas.
Saya
adalah seorang yg mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang.
Jadi, saya pikir, tugas ini sangatlah mudah.
Setelah
menerima tugas tsb, saya bergegas menemui suami dan anak bungsu saya yang
menunggu di taman kampus, lalu pergi ke restoran Mc Donald yg berada di kampus.
Pagi
itu udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam
antrian, saya minta agar dia saja yang menemani si Bungsu sambil mencari tempat
duduk dan saya ikut antrian.
Ketika
saya sedang dalam antrian, mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak
menyingkir, dan bahkan orang yang semula antri dibelakang saya ikut menyingkir
keluar dari antrian. Perasaan panik
menguasai diri saya, ketika melihat mengapa mereka semua menyingkir ? Saat berbalik, saya membaui suatu "bau
badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata tepat di belakang saya berdiri
dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil.
Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali. Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya
menatap laki-laki yang lebih pendek, dan ia sedang "tersenyum" kearah saya.
Lelaki
ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia
menatap kearah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya'
ditempat itu.
Ia
menyapa "Good day !" sambil tetap tersenyum. Secara spontan saya
membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh saya 'tugas' yang diberikan oleh
dosen saya. Lelaki kedua sedang
memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya. Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu
menderita defisiensi mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah
"penolong"nya. Saya merasa
sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya
tinggal saya bersama mereka, dan kami bertiga tiba2 saja sudah sampai didepan
counter. Ketika wanita muda di counter
menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki
ini untuk memesan duluan. Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi
saja, satu cangkir Nona." Ternyata
dari koin yang dia pegang hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka. (Aturan
di restoran di Jerman, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan
tubuh, maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya
ingin menghangatkan badan.
Tiba2
saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku beberapa
saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yg
terpisah dari tamu2 lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati mereka. Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari
bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya, dan
pasti juga melihat semua 'tindakan' saya.
Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk
ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan ? Saya tersenyum dan minta diberikan dua paket
makan pagi (diluar pesanan saya) dalam nampan terpisah. Setelah membayar semua pesanan, saya minta
bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan
saya ke meja/tempat duduk suami dan anak saya.
Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut kearah
meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu di
atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas punggung telapak tangan dingin
lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap "makanan ini telah saya pesan
untuk kalian berdua." Kembali mata
biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai basah ber-kaca2 dan
dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya." Saya mencoba
tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata
"Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian, TUHAN juga ada di sekitar sini dan
telah membisikkan sesuatu ketelinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada
kalian." Mendengar ucapan saya, si
Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil
terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu. Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika
saya berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya,
yang tidak jauh dari tempat duduk mereka.
Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum
dan berkata "Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti, untuk
memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak-2ku !" Kami saling berpegangan tangan beberapa saat
dan saat itu kami benar2 bersyukur dan menyadari, bahwa hanya karena 'bisikanNYA' lah kami telah mampu
memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang
sedang sangat membutuhkan.
Ketika
kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan meninggalkan
restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka satu persatu
menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat tangan' dengan kami. Salah satu diantaranya, seorang bapak,
memegangi tangan saya, dan berucap "Tanganmu
ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada disini,
jika suatu saat saya diberi kesempatan olehNYA, saya akan lakukan seperti yang
telah kamu contohkan tadi kepada kami."
Saya
hanya bisa berucap "terimakasih" sambil tersenyum. Sebelum beranjak
meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat kearah kedua lelaki itu, dan
seolah ada 'magnit' yang menghubungkan bathin kami, mereka langsung menoleh
kearah kami sambil tersenyum, lalu melambai-2kan tangannya kearah kami.
Dalam
perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap
kedua orang tunawisma tadi, itu benar2 'tindakan' yang tidak pernah terpikir
oleh saya.
Pengalaman hari itu menunjukkan kepada
saya betapa 'kasih sayang' TUHAN itu sangat HANGAT dan INDAH sekali!
Saya
kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita' ini ditangan
saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen saya.
Dan
keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya ke depan
kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah saya membagikan ceritamu
ini kepada yang lain ?" dengan senang hati saya mengiyakan.
Ketika
akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper
saya. Ia mulai membaca, para siswapun mendengarkan dengan seksama cerita sang
dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi.
Dengan
cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan ceritanya, membuat para
siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya
kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang
didekat saya diantaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan
harunya.
Diakhir
pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip
salah satu kalimat yang saya tulis diakhir paper saya.
"Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan
kau akan mengetahui betapa 'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu
itu."
Dengan caraNYA sendiri, TUHAN telah
'menggunakan' diri saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di sekitar
suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir
saya sebagai mahasiswi.
Saya
lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku
kuliah manapun, yaitu: "PENERIMAAN
TANPA SYARAT."
Banyak
cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi oleh para pembacanya,
namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai cerita ini diharapkan
dapat mengambil pelajaran bagaimana cara :
Mencintai Sesama Dengan Memanfaatkan
Sedikit Harta Benda Yang Kita Miliki, Dan Bukannya Mencintai Harta Benda Yang
Bukan Milik Kita, Dengan Memanfaatkan Sesama.
Jika
anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda, teruskan cerita ini
kepada orang2 terdekat anda.
Disini
ada TUHAN yang akan menyertai anda,
agar setidaknya orang yang membaca cerita ini akan tergerak hatinya untuk bisa
berbuat sesuatu (sekecil apapun) bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran
tangannya.
Orang
bijak mengatakan :
Banyak orang yang datang dan pergi dari
kehidupanmu, tetapi hanya 'sahabat yang
bijak' yang akan meninggalkan Jejak di dalam hatimu.
Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan
nalarmu. Tetapi Untuk berinteraksi
dengan orang lain, gunakan hatimu
*Semoga bermanfaat...🙏🏻🙏🏻
0 komentar:
Post a Comment