Apa pentingnya kemurnian ?
“Manusia dapat sepenuhnya menemukan
jati dirinya, hanya di dalam pemberian dirinya yang tulus.”1. Seseorang yang selalu berpusat pada diri sendiri dan
tak pernah memberikan dirinya kepada orang lain, tidak akan hidup bahagia.
Sedangkan seseorang yang mau memberikan dirinya bagi orang lain akan menemukan
arti hidupnya. Nah, pemberian diri yang tulus yang dikehendaki
Tuhan ini, adalah pemberian kasih yang murni. Itulah sebabnya kita perlu
mengetahui dan melaksanakan kebajikan kemurnian, karena hanya dengan
menerapkannya, maka kita dapat sungguh berbahagia dan kelak dapat memandang
Allah di surga. “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan
melihat Allah” (Mat 5:8).
1.
Apa itu kemurnian?
Tuhan menghendaki kemurnian kita,
artinya Tuhan menginginkan agar kita menjadi sempurna, tubuh dan jiwa, seperti
pada awalnya saat Ia menciptakan manusia yang sungguh sangat baik adanya . Pertanyaannya
kemudian adalah: Apakah saat kita memandang tubuh kita sendiri di depan kaca
cermin, kita dapat berkata, “Terima kasih Tuhan, Engkau telah menciptakan
tubuhku dengan sangat baik?” Atau selanjutnya, sudah cukupkah kita
memperhatikan dan menjaga kecantikan rohani kita di samping menjaga kecantikan
jasmani?
Manusia diciptakan sebagai mahluk rohani
yang mempunyai tubuh; yang berakal budi dan berkehendak bebas. Inilah yang
menjadikan manusia dapat mengenal dan mengasihi Allah, dan menemukan arti
hidupnya dengan melakukan kasih. Pertanyaannya adalah, kasih seperti apa?
Jawaban yang sederhana, namun tak terkira dalam maknanya adalah: kasih yang
seperti kasih Yesus; yaitu kasih yang melibatkan tubuh dan jiwa, seperti yang
dinyatakan-Nya di kayu salib. Inilah kemurnian kasih yang Tuhan ajarkan kepada
kita.
Maka tak mengherankan jika Gereja
Katolik mendefinisikan kemurnian, demikian:
a) Kemurnian = keutuhan seksualitas secara jasmani dan rohani
Kemurnian berarti keutuhan
seksualitas yang membahagiakan di dalam pribadi dan selanjutnya kesatuan
batin manusia dalam keberadaannya secara jasmani dan rohani. Seksualitas,
yang di dalamnya nyata, bahwa manusia termasuk dalam dunia badani dan biologis,
menjadi pribadi dan benar-benar manusiawi ketika pribadi ini digabungkan ke
dalam hubungan antara satu orang dengan yang lainnya, di dalam penyerahan
timbal balik secara sempurna dan tidak terbatas oleh waktu, antara seorang laki-
laki dan seorang perempuan.Dengan demikian kebajikan kemurnian melibatkan
keutuhan pribadi dan kesempurnaan penyerahan diri.
Jika kita menghayati makna keutuhan
tubuh dan jiwa ini, maka kita dapat melihat bahwa tubuh kita diciptakan Tuhan
untuk maksud yang ilahi, dan dengan tubuh ini kita dapat memuliakan Tuhan.
b) Kemurnian = pengendalian diri yang mengacu kepada kelemahlembutan dan
kesetiaan Allah
Kemurnian menjadi penting, karena kasih
yang sempurna mensyaratkan kemurnian dalam cara menyampaikannya. Nah, seorang
yang murni adalah seorang yang dapat mengendalikan dirinya, pada saat
menyerahkan dirinya pada orang lain; sehingga dapat menjadi saksi bagi orang
lain tentang kesetiaan dan kelemahlembutan kasih Allah.
c) Kemurnian = peneguhan dan pemberian diri yang tidak diwarnai cinta diri/
mementingkan diri sendiri.
Hal pemberian diri yang murni ini memang
tidak mudah dilakukan, terutama karena manusia cenderung memiliki rasa cinta
diri. Kasih kita kepada sesama secara umum dapat diuji dengan pertanyaan ini:
Apakah dalam berelasi dengan sesama, fokus saya adalah menyenangkan diri
sendiri atau menyenangkan orang lain? Apakah dalam berelasi dengan orang lain
saya membantunya untuk hidup kudus/ murni atau malah menjerumuskannya? Paus
Yohanes Paulus II mengajarkan, “Para pria dan wanita yang ber-relasi satu sama
lain dengan kemurnian sungguh memuliakan Allah dengan tubuh mereka.”[3]
2.
Dasar kemurnian
I.
Kesendirian Asali
Pada saat awal mula penciptaan, Adam
mengalami kesendirian di tengah dunia ciptaan Tuhan; sebab ia menyadari bahwa
ia tidak sama dengan ciptaan lainnya (lih. Kej 2:20).
II.
Kesatuan Asali
Ayat Kej 2:24 “…. dan keduanya menjadi
satu tubuh”… merupakan dasar akan adanya kesatuan asali. Kesatuan ini mengatasi
kesendirian manusia; dan kesatuan antar seorang laki- laki dan perempuan yang
diciptakan menurut gambar dan rupa Allah ini, sungguh berbeda dengan
persetubuhan binatang. Kesadaran akan kesatuan asali ini memberikan dasar bagi
kemampuan seseorang untuk memberikan dirinya kepada orang lain dan menghargai
orang lain, sebagai “saudara laki- laki dan saudara perempuan di dalam kesatuan
umat manusia”
III.
Ketelanjangan Asali
Ketelanjangan asali merupakan pengalaman
telanjang namun tanpa rasa malu (Kej 2:25), Maka jika kita memahami makna
ketelanjangan asali ini, maka kita akan melihat bagaimana rahmat Allah yang
tidak kelihatan itu disampaikan kepada manusia, baik laki-laki maupun
perempuan. Kekudusan yang melibatkan cara memandang seseorang sebagai ciptaan
Tuhan yang baik adanya, inilah yang memampukan manusia menyatakan diri mereka
melalui pemberian diri yang tulus. Dengan perkataan lain, dengan menyadari
kasih yang Tuhan sampaikan kepada kita melalui tubuh kita ini, maka kita dapat
mempergunakan tubuh ini untuk mengasihi dan melayani sesama.
Dalam konteks perkawinan, maka
penghayatan pengalaman kesatuan asali dan ketelanjangan asali ini diwujudkan
dalam hubungan seksual suami istri yang maknanya adalah:
“Aku memberikan diriku sepenuhnya
kepadamu, segalanya, tanpa ada yang kusimpan sendiri. Setulusnya. Tanpa
paksaan. Selamanya. Dan aku menerima pemberian dirimu yang engkau berikan
kepadaku. Aku memberkati engkau. Aku mendukung/ meneguhkan engkau. Segala yang
ada padamu, tanpa syarat. Selamanya.”
IV.
Tujuan kemurnian
Telah disampaikan bahwa kemurnian
membawa manusia kepada keselamatan kekal. Mengapa? Karena kemurnian menunjukkan
arti penciptaan manusia sebagai pria dan wanita: yaitu bahwa kita dipanggil
untuk mengambil bagian dalam kasih persekutuan Allah dalam Trinitas di dalam
Kristus. Inilah sebabnya mengapa hubungan jasmani suami istri memiliki makna
yang luhur. Karena kasih suami istri tidak saja melibatkan tubuh, tetapi juga
jiwa. Dalam hal ini, persekutuan tubuh tidak terlepas dari persatuan jiwa.
Persatuan ini terjadi ketika pasangan tersebut telah dipersatukan oleh Kristus,
karena hanya di dalam Kristuslah manusia menemukan makna luhur perkawinan.
V.
Bagaimana jika sudah terlanjur tidak murni?
Jika karena satu dan lain hal, (entah
karena ketidaktahuan, ataukah karena kesalahan) seseorang tidak sepenuhnya
menjalankan ajaran kemurnian di masa yang lalu, janganlah berputus asa. Tuhan
Yesus datang untuk mengampuni dosa- dosa manusia. Asalkan ia dengan tulus
menyesali segala dosa dan kesalahannya, maka Tuhan akan mengampuninya. Seperti
Yesus mengampuni perempuan yang berdosa (Maria Magdalena), dan pengampunan ini
mengubah kehidupan perempuan ini; Yesuspun dapat mengampuni kita dan mengubah
kehidupan kita. Alkitab mencatat, bahwa kepada perempuan ini Tuhan Yesus menampakkan
diri pada hari kebangkitan-Nya. Semoga kitapun dapat menjadi saksi- saksi
kebangkitan-Nya dan karya penyelamatan-Nya dalam hidup kita.
Maka, kisah pertobatan Maria Magdalena
ini harus mendorong kita untuk bertobat; dan selalu tidak ada kata terlambat
untuk bertobat. Selanjutnya usahakanlah untuk menjaga kemurnian ini, dan
mengajarkannya kepada anak- anak kita; agar mereka dapat mengetahui kabar
gembira tentang kemurnian ini, dan melaksanakannya dalam kehidupan mereka.
VI.
Mengusahakan kemurnian tubuh dan jiwa secara praktis.
Berikut ini adalah langkah- langkah
praktis untuk mengusahakan kemurnian tubuh dan jiwa:
1. Mengenal
diri sendiri
Kita harus mengenal diri sendiri,
sehingga kita tahu di area mana kita harus memperbaiki diri. Untuk itu, kita
minta agar Roh Kudus menyingkapkan apa yang tersebunyi, yang ada di dalam diri
kita.
2. Mohon
rahmat Tuhan
Kita memohon kepada Tuhan agar
membersihkan hati kita dari pikiran- pikiran dan kecenderungan yang tidak
semestinya.
3. Melatih
pengendalian diri
Selanjutnya, kita harus melatih
pengendalian diri, dan mempraktekkan ajaran kemurnian ini, dalam pikiran,
perkataan dan perbuatan.
Pedoman praktis: jauhi segala kesempatan
yang mendorong kita untuk berpikir atau melakukan hal- hal yang tidak sopan.
Jauhilah pembicaraan yang ‘nyerempet’ ke arah hal yang porno. Carilah kesibukan
yang lebih bermanfaat dan membangun.
4. Kemurnian
hati mensyaratkan sikap bersahaja (modesty):
Kemurnian hati menuntut sikap yang
bersahaja, yang terdiri dari kesabaran, kerendahan hati, dan kehati-hatian (discretion).
Sikap yang bersahaja melindungi jati diri seseorang.
Sikap bersahaja (modesty)
melindungi rahasia pribadi dan cinta kasihnya. Ia mengundang untuk bersabar dan
mengekang diri dalam hubungan cinta kasih. Sikap bersahaja mensyaratkan bahwa
prasyarat-prasyarat untuk ikatan definitif dan penyerahan timbal balik dari
suami dan isteri dipenuhi. Dalam sikap tersebut termasuk pula sikap kepantasan/
kelayakan. Ia mempengaruhi pemilihan busana. Ia diam atau menahan diri jika ada
resiko ingin tahu yang tidak sehat. Ia bijaksana dalam menghormati privacy orang
lain.
“Sikap yang pantas dan bersahaja (modesty)
dalam perkataan, perbuatan dan cara berpakaian adalah sangat penting untuk
menciptakan atmosfir yang cocok untuk pertumbuhan kemurnian…. Orang tua perlu
waspada sehingga mode- mode pakaian yang tidak sopan dan sikap- sikap yang
tidak pantas tidak melanggar keutuhan sebuah rumah tangga, terutama karena
salah penggunaan mass media.”[12]
Kesimpulan: Kemurnian = mengasihi dengan jiwa dan tubuh
Sebagai mahluk yang diciptakan Tuhan
sesuai dengan gambaran Allah, yang adalah Kasih, manusia diciptakan untuk
mengasihi. Maka setiap manusia diberi kemampuan oleh Tuhan untuk mengasihi
dengan memberikan dirinya dengan tulus, yang melibatkan tubuh dan jiwa, dan
inilah yang membedakan manusia dengan ciptaan lainnya. Oleh karena itu,
seksualitas manusia adalah sesuatu yang baik, sebab manusia ber- relasi satu
sama lain dengan tubuhnya. Maka tujuan
akhir seksualitas adalah kasih, yaitu kasih yang melibatkan kegiatan memberi
dan menerima.
Jadi, bagi pasangan yang menuju jenjang
perkawinan harus mempraktekkan kemurnian, sehingga dapat menghormati pasangan
dan mengasihi pasangan lebih dari sekedar tubuh pasangan, namun terutama
mengasihi pasangan sebagai seseorang / pribadi. Dengan demikian, pasangan ini
dapat saling mengenal satu sama lain, dapat saling memberi dan menerima secara
lebih mendalam dan spiritual.
Dalam perkawinan, pemberian dan
penerimaan kasih terjadi sedemikian rupa, sehingga menggambarkan kasih yang
total sebagaimana kasih Kristus kepada Gereja-Nya. Hubungan kasih ini mengatasi
hubungan kontrak ataupun perjanjian, sebab yang mengikat adalah Kristus
sendiri, yaitu ketika pasangan suami istri dipersatukan oleh Allah untuk
mengambil bagian di dalam kehidupan Allah sendiri, dan dalam karya
penciptaan-Nya.
Oleh sebab itu hubungan suami istri memiliki makna luhur dan suci, dan
karena itu tidak dapat diartikan dan dilakukan sekehendak hati manusia. Kebajikan kemurnian adalah segala upaya untuk menggunakan berkat
seksualitas sesuai dengan rencana Tuhan. Hanya dengan mempraktekkan kebajikan
kemurnian inilah maka kita dapat sungguh berbahagia.
0 komentar:
Post a Comment