February 23, 2017

PENTINGNYA KEMURNIAN DIDALAM KELUARGA.

Apa pentingnya kemurnian ?
Manusia dapat sepenuhnya menemukan jati dirinya, hanya di dalam pemberian dirinya yang tulus.”1. Seseorang yang selalu berpusat pada diri sendiri dan tak pernah memberikan dirinya kepada orang lain, tidak akan hidup bahagia. Sedangkan seseorang yang mau memberikan dirinya bagi orang lain akan menemukan arti hidupnya.  Nah, pemberian diri yang tulus  yang dikehendaki Tuhan ini, adalah pemberian kasih yang murni. Itulah sebabnya kita perlu mengetahui dan melaksanakan kebajikan kemurnian, karena hanya dengan menerapkannya, maka kita dapat sungguh berbahagia dan kelak dapat memandang Allah di surga. “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah” (Mat 5:8).

1.         Apa itu kemurnian?
Tuhan menghendaki kemurnian kita, artinya Tuhan menginginkan agar kita menjadi sempurna, tubuh dan jiwa, seperti pada awalnya saat Ia menciptakan manusia yang sungguh sangat baik adanya . Pertanyaannya kemudian adalah: Apakah saat kita memandang tubuh kita sendiri di depan kaca cermin, kita dapat berkata, “Terima kasih Tuhan, Engkau telah menciptakan tubuhku dengan sangat baik?” Atau selanjutnya, sudah cukupkah kita memperhatikan dan menjaga kecantikan rohani kita di samping menjaga kecantikan jasmani?
Manusia diciptakan sebagai mahluk rohani yang mempunyai tubuh; yang berakal budi dan berkehendak bebas. Inilah yang menjadikan manusia dapat mengenal dan mengasihi Allah, dan menemukan arti hidupnya dengan melakukan kasih. Pertanyaannya adalah, kasih seperti apa? Jawaban yang sederhana, namun tak terkira dalam maknanya adalah: kasih yang seperti kasih Yesus; yaitu kasih yang melibatkan tubuh dan jiwa, seperti yang dinyatakan-Nya di kayu salib. Inilah kemurnian kasih yang Tuhan ajarkan kepada kita.
Maka tak mengherankan jika Gereja Katolik mendefinisikan kemurnian, demikian:
a)    Kemurnian = keutuhan seksualitas secara jasmani dan rohani
Kemurnian berarti keutuhan seksualitas yang membahagiakan di dalam pribadi dan selanjutnya kesatuan batin manusia dalam keberadaannya secara jasmani dan rohani. Seksualitas, yang di dalamnya nyata, bahwa manusia termasuk dalam dunia badani dan biologis, menjadi pribadi dan benar-benar manusiawi ketika pribadi ini digabungkan ke dalam hubungan antara satu orang dengan yang lainnya, di dalam penyerahan timbal balik secara sempurna dan tidak terbatas oleh waktu, antara seorang laki- laki dan seorang perempuan.Dengan demikian kebajikan kemurnian melibatkan keutuhan pribadi dan kesempurnaan penyerahan diri.
Jika kita menghayati makna keutuhan tubuh dan jiwa ini, maka kita dapat melihat bahwa tubuh kita diciptakan Tuhan untuk maksud yang ilahi, dan dengan tubuh ini kita dapat memuliakan Tuhan.
b)    Kemurnian = pengendalian diri yang mengacu kepada kelemahlembutan dan kesetiaan Allah
Kemurnian menjadi penting, karena kasih yang sempurna mensyaratkan kemurnian dalam cara menyampaikannya. Nah, seorang yang murni adalah seorang yang dapat mengendalikan dirinya, pada saat menyerahkan dirinya pada orang lain; sehingga dapat menjadi saksi bagi orang lain tentang kesetiaan dan kelemahlembutan kasih Allah.
c)    Kemurnian = peneguhan dan pemberian diri yang tidak diwarnai cinta diri/ mementingkan diri sendiri.
Hal pemberian diri yang murni ini memang tidak mudah dilakukan, terutama karena manusia cenderung memiliki rasa cinta diri. Kasih kita kepada sesama secara umum dapat diuji dengan pertanyaan ini: Apakah dalam berelasi dengan sesama, fokus saya adalah menyenangkan diri sendiri atau menyenangkan orang lain? Apakah dalam berelasi dengan orang lain saya membantunya untuk hidup kudus/ murni atau malah menjerumuskannya? Paus Yohanes Paulus II mengajarkan, “Para pria dan wanita yang ber-relasi satu sama lain dengan kemurnian sungguh memuliakan Allah dengan tubuh mereka.”[3]

2.         Dasar kemurnian
             I.          Kesendirian Asali
Pada saat awal mula penciptaan, Adam mengalami kesendirian di tengah dunia ciptaan Tuhan; sebab ia menyadari bahwa ia tidak sama dengan ciptaan lainnya (lih. Kej 2:20).
            II.          Kesatuan Asali
Ayat Kej 2:24 “…. dan keduanya menjadi satu tubuh”… merupakan dasar akan adanya kesatuan asali. Kesatuan ini mengatasi kesendirian manusia; dan kesatuan antar seorang laki- laki dan perempuan yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah ini, sungguh berbeda dengan persetubuhan binatang. Kesadaran akan kesatuan asali ini memberikan dasar bagi kemampuan seseorang untuk memberikan dirinya kepada orang lain dan menghargai orang lain, sebagai “saudara laki- laki dan saudara perempuan di dalam kesatuan umat manusia”
           III.          Ketelanjangan Asali
Ketelanjangan asali merupakan pengalaman telanjang namun tanpa rasa malu (Kej 2:25), Maka jika kita memahami makna ketelanjangan asali ini, maka kita akan melihat bagaimana rahmat Allah yang tidak kelihatan itu disampaikan kepada manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Kekudusan yang melibatkan cara memandang seseorang sebagai ciptaan Tuhan yang baik adanya, inilah yang memampukan manusia menyatakan diri mereka melalui pemberian diri yang tulus. Dengan perkataan lain, dengan menyadari kasih yang Tuhan sampaikan kepada kita melalui tubuh kita ini, maka kita dapat mempergunakan tubuh ini untuk mengasihi dan melayani sesama.
Dalam konteks perkawinan, maka penghayatan pengalaman kesatuan asali dan ketelanjangan asali ini diwujudkan dalam hubungan seksual suami istri yang maknanya adalah:
“Aku memberikan diriku sepenuhnya kepadamu, segalanya, tanpa ada yang kusimpan sendiri. Setulusnya. Tanpa paksaan. Selamanya. Dan aku menerima pemberian dirimu yang engkau berikan kepadaku. Aku memberkati engkau. Aku mendukung/ meneguhkan engkau. Segala yang ada padamu, tanpa syarat. Selamanya.”
          IV.          Tujuan kemurnian
Telah disampaikan bahwa kemurnian membawa manusia kepada keselamatan kekal. Mengapa? Karena kemurnian menunjukkan arti penciptaan manusia sebagai pria dan wanita: yaitu bahwa kita dipanggil untuk mengambil bagian dalam kasih persekutuan Allah dalam Trinitas di dalam Kristus. Inilah sebabnya mengapa hubungan jasmani suami istri memiliki makna yang luhur. Karena kasih suami istri tidak saja melibatkan tubuh, tetapi juga jiwa. Dalam hal ini, persekutuan tubuh tidak terlepas dari persatuan jiwa. Persatuan ini terjadi ketika pasangan tersebut telah dipersatukan oleh Kristus, karena hanya di dalam Kristuslah manusia menemukan makna luhur perkawinan.
           V.          Bagaimana jika sudah terlanjur tidak murni?
Jika karena satu dan lain hal, (entah karena ketidaktahuan, ataukah karena kesalahan) seseorang tidak sepenuhnya menjalankan ajaran kemurnian di masa yang lalu, janganlah berputus asa. Tuhan Yesus datang untuk mengampuni dosa- dosa manusia. Asalkan ia dengan tulus menyesali segala dosa dan kesalahannya, maka Tuhan akan mengampuninya. Seperti Yesus mengampuni perempuan yang berdosa (Maria Magdalena), dan pengampunan ini mengubah kehidupan perempuan ini; Yesuspun dapat mengampuni kita dan mengubah kehidupan kita. Alkitab mencatat, bahwa kepada perempuan ini Tuhan Yesus menampakkan diri  pada hari kebangkitan-Nya. Semoga kitapun dapat menjadi saksi- saksi kebangkitan-Nya dan karya penyelamatan-Nya dalam hidup kita.
Maka, kisah pertobatan Maria Magdalena ini harus mendorong kita untuk bertobat; dan selalu tidak ada kata terlambat untuk bertobat. Selanjutnya usahakanlah untuk menjaga kemurnian ini, dan mengajarkannya kepada anak- anak kita; agar mereka dapat mengetahui kabar gembira tentang kemurnian ini, dan melaksanakannya dalam kehidupan mereka.

          VI.          Mengusahakan kemurnian tubuh dan jiwa secara praktis.
Berikut ini adalah langkah- langkah praktis untuk mengusahakan kemurnian tubuh dan jiwa:
1. Mengenal diri sendiri
Kita harus mengenal diri sendiri, sehingga kita tahu di area mana kita harus memperbaiki diri. Untuk itu, kita minta agar Roh Kudus menyingkapkan apa yang tersebunyi, yang ada di dalam diri kita.
2. Mohon rahmat Tuhan
Kita memohon kepada Tuhan agar membersihkan hati kita dari pikiran- pikiran dan kecenderungan yang tidak semestinya.
3. Melatih pengendalian diri
Selanjutnya, kita harus melatih pengendalian diri, dan mempraktekkan ajaran kemurnian ini, dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
Pedoman praktis: jauhi segala kesempatan yang mendorong kita untuk berpikir atau melakukan hal- hal yang tidak sopan. Jauhilah pembicaraan yang ‘nyerempet’ ke arah hal yang porno. Carilah kesibukan yang lebih bermanfaat dan membangun.
4. Kemurnian hati mensyaratkan sikap bersahaja (modesty):
Kemurnian hati menuntut sikap yang bersahaja, yang terdiri dari kesabaran, kerendahan hati, dan kehati-hatian (discretion). Sikap yang bersahaja melindungi jati diri seseorang.
Sikap bersahaja (modesty) melindungi rahasia pribadi dan cinta kasihnya. Ia mengundang untuk bersabar dan mengekang diri dalam hubungan cinta kasih. Sikap bersahaja mensyaratkan bahwa prasyarat-prasyarat untuk ikatan definitif dan penyerahan timbal balik dari suami dan isteri dipenuhi. Dalam sikap tersebut termasuk pula sikap kepantasan/ kelayakan. Ia mempengaruhi pemilihan busana. Ia diam atau menahan diri jika ada resiko ingin tahu yang tidak sehat. Ia bijaksana dalam menghormati privacy orang lain.
“Sikap yang pantas dan bersahaja (modesty) dalam perkataan, perbuatan dan cara berpakaian adalah sangat penting untuk menciptakan atmosfir yang cocok untuk pertumbuhan kemurnian…. Orang tua perlu waspada sehingga mode- mode pakaian yang tidak sopan dan sikap- sikap yang tidak pantas tidak melanggar keutuhan sebuah rumah tangga, terutama karena salah penggunaan mass media.”[12]
Kesimpulan: Kemurnian = mengasihi dengan jiwa dan tubuh
Sebagai mahluk yang diciptakan Tuhan sesuai dengan gambaran Allah, yang adalah Kasih, manusia diciptakan untuk mengasihi. Maka setiap manusia diberi kemampuan oleh Tuhan untuk mengasihi dengan memberikan dirinya dengan tulus, yang melibatkan tubuh dan jiwa, dan inilah yang membedakan manusia dengan ciptaan lainnya. Oleh karena itu, seksualitas manusia adalah sesuatu yang baik, sebab manusia ber- relasi satu sama lain dengan tubuhnya. Maka tujuan akhir seksualitas adalah kasih, yaitu kasih yang melibatkan kegiatan memberi dan menerima.
Jadi, bagi pasangan yang menuju jenjang perkawinan harus mempraktekkan kemurnian, sehingga dapat menghormati pasangan dan mengasihi pasangan lebih dari sekedar tubuh pasangan, namun terutama mengasihi pasangan sebagai seseorang / pribadi. Dengan demikian, pasangan ini dapat saling mengenal satu sama lain, dapat saling memberi dan menerima secara lebih mendalam dan spiritual.
Dalam perkawinan, pemberian dan penerimaan kasih terjadi sedemikian rupa, sehingga menggambarkan kasih yang total sebagaimana kasih Kristus kepada Gereja-Nya. Hubungan kasih ini mengatasi hubungan kontrak ataupun perjanjian, sebab yang mengikat adalah Kristus sendiri, yaitu ketika pasangan suami istri dipersatukan oleh Allah untuk mengambil bagian di dalam kehidupan Allah sendiri, dan dalam karya penciptaan-Nya.
Oleh sebab itu hubungan suami istri memiliki makna luhur dan suci, dan karena itu tidak dapat diartikan dan dilakukan sekehendak hati manusia. Kebajikan kemurnian adalah segala upaya untuk menggunakan berkat seksualitas sesuai dengan rencana Tuhan. Hanya dengan mempraktekkan kebajikan kemurnian inilah maka kita dapat sungguh berbahagia.


0 komentar:

Post a Comment