Bunda Maria
tanpa noda: apa maksudnya?
Berikut ini
adalah cerita yang tidak ada hubungannya dengan Dogma Maria tersebut, tetapi
mungkin dapat membantu kita untuk mengerti konsep dasarnya…
Suatu hari, di suatu desa terpencil, ada seorang (sebut saja bernama Sukri) menemukan kloset duduk yang dibuang di dekat jalan kampung. Ia tidak pernah melihat benda itu seumur hidupnya, sehingga tidak tahu kalau itu adalah kloset (jamban). Dia bahkan mengagumi benda itu, karena dipikirnya ‘antik’. Sukri membawa pulang kloset itu ke rumah dan dibersihkannya sampai ‘kincrong‘. Kebetulan esok harinya Sukri berulang tahun dan dia berencana mengundang teman-teman satu kampung. Dia berpikir, alangkah uniknya jika nasi tumpeng ulang tahunnya diletakkan di dalam ‘benda’ itu (yaitu kloset), supaya ‘penemuan baru’-nya ini dapat dipamerkan kepada teman-temannya. Sekarang, bayangkanlah, jika anda termasuk di antara orang-orang yang datang ke pesta Sukri. Anda pasti tahu kalau ‘barang’ itu adalah kloset. Apakah reaksi anda begitu melihat nasi tumpeng yang ditempatkan di dalam kloset itu? Ada rasa aneh dan tidak ‘nyambung‘, bukan? Demikianlah, Yesus yang kemuliaan dan kekudusanNya jauh melebihi semua, tidak mungkin lahir ke dunia melalui seorang perempuan yang berdosa. Karena noda dosa itu jauh lebih buruk daripada kloset, dan Yesus itu kemuliaannya jauh mengatasi dan tidak dapat dibandingkan dengan nasi tumpeng; maka kesimpulannya, ada jurang yang tak terjembatani antara keduanya. Nasi tumpeng tak pernah klop diletakkan di dalam kloset; dan tentu, Yesus yang Maha Kudus, tak mungkin dapat dikandung oleh rahim seseorang yang tercemar dosa. Maka oleh kuasaNya, Allah menguduskan rahim itu, membuat ia terbebas dari noda dosa. Karena Tuhan tidak dapat mengingkari diri-Nya sendiri yang tanpa dosa, sama seperti Dia tidak dapat menjadi tidak setia (lih 2 Tim 2:13). Allah menghendaki bahwa Kristus yang akan menjadi Pengantara bagi manusia dan diri-Nya harus terpisah dari orang-orang berdosa (lih. Ibr 7:26) maka artinya, ini mensyaratkan bahwa Ia harus dilahirkan oleh seorang perempuan yang terbebas dari noda dosa. Perempuan ini adalah Santa Perawan Maria.
Dogma Perawan Bunda Maria dikandung tidak bernoda
Pada tanggal 8 Desember 1854, Paus Pius IX mengumumkan Dogma Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda (Ineffabilis Deus), yang menyatakan bahwa Bunda Maria dikandung tanpa noda dosa asal. yang bunyinya antara lain sebagai berikut: Dengan inspirasi Roh Kudus, untuk kemuliaan Allah Tritunggal, untuk penghormatan kepada Bunda Perawan Maria, untuk meninggikan iman Katolik dan kelanjutan agama Katolik, dengan kuasa dari Yesus Kristus Tuhan kita, dan Rasul Petrus dan Paulus, dan dengan kuasa kami sendiri: “Kami menyatakan, mengumumkan dan mendefinisikan bahwa doktrin yang mengajarkan bahwa Bunda Maria yang terberkati, seketika pada saat pertama ia terbentuk sebagai janin, oleh rahmat yang istimewa dan satu-satunya yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Besar, oleh karena jasa-jasa Kristus Penyelamat manusia, dibebaskan dari semua noda dosa asal, adalah doktrin yang dinyatakan oleh Tuhan dan karenanya harus diimani dengan teguh dan terus-menerus oleh semua umat beriman.” Mungkin ada orang bertanya, -terutama mereka yang bukan beragama Katolik- kenapa ada perlakuan khusus buat Bunda Maria, bukankah Maria itu manusia biasa saja seperti kita? Lalu, kenapa baru pada tahun 1854 diumumkan dogma ini, apakah ini pengajaran buatan manusia saja (Paus dan pembantu-pembantunya) ataukah sungguh dari Allah? Mari kita lihat, kenapa kita sebagai orang Katolik percaya bahwa pengajaran ini berasal dari Allah, dan karenanya wajib kita yakini dan kita syukuri.
Bukan
pengajaran ‘kagetan’ melainkan sudah diajarkan oleh para Bapa Gereja sejak lama
Gereja
Katolik tidak pernah mengubah, menghapus, atau menambah pengajaran “deposit
of faith” yang ada padanya sejak dari Gereja awal, namun hanya menjaga dan
mempertahankannya. Perlu kita ingat bahwa Tradisi Suci dan Kitab Suci bagi
orang Katolik itu sama pentingnya, karena berasal dari sumber yang sama: Allah
sendiri. (Lihat artikel: Gereja Tonggak Kebenaran dan Tanda Kasih Tuhan, Bagian 3) Dogma Perawan Maria dikandung tanpa noda ini
telah dirintis oleh Paus Sixtus IV (abad ke-15) yang diteruskan sampai ke jaman
Paus Pius IX (abad ke -19), tetapi sesungguhnya pengajaran tersebut sudah
merupakan hal yang diyakini oleh Gereja sejak abad awal, seperti dinyatakan
oleh Santo Ephraem (abad ke-4) ((Santo Ephraem dalam “Nisibene
Hymns”, 27, (dikutip dan diterjemahkan dari buku The Teachings of
the Church Fathers, ed. John R Willis, S.J., Ignatius Press, San Francisco,
2002 reprint, edisi asli Herder and Herder, New York, 1966 h. 361) menulis,
“Sungguh Engkau, Tuhan, dan BundaMu adalah hanya satu-satunya yang cantik
sempurna di dalam segala hal; sebab, Tuhan, tidak ada noda di dalam-Mu dan
juga tidak ada noda apapun di dalam BundaMu ”)) dan Santo Agustinus
(abad ke-5) ((Santo Agustinus, dalam “On Nature and Grace“, Chap.
36:42, (dikutip dan diterjemahkan dari buku The Teachings of the Church
Fathers, Ibid., h. 265) menulis, “Kita harus menerima Perawan Maria yang
kudus, tentangnya saya tidak akan pernah mempertanyakan jika kita membahas
tentang dosa, karena hormatku kepada Tuhan, sebab dari Dia kita tahu akan betapa
berlimpahnya rahmat untuk mengalahkan dosa sampai sekecil-
kecilnya, telah diberikan kepadanya (Bunda Maria) yang telah
dipercayakan untuk mengandung dan melahirkan Dia (Yesus) yang sudah pasti tidak
berdosa…”)) dengan dasar pemikiran dari Santo Ireneus (abad ke-2). ((Santo
Irenaeus, dalam “Against Heresies, V, The New Creation in Christ”
(dikutip dan diterjemahkan dari buku Early Christian Fathers, ed.
Cyril C. Richardson, Touchstone, Simon & Schuster, NY, 1996) hl. 389-390,
menyebutkan Maria sebagai Hawa yang baru, “Seluruh umat manusia berada dalam
kuasa maut melalui perbuatan seorang perawan (Hawa), maka seluruh umat manusia
juga diselamatkan melalui seorang perawan (Maria, Hawa yang baru) dan
karenanya, ketidaktaatan seorang perawan diimbangi oleh ketaatan perawan yang
lain.” Dari sini, para Bapa Gereja menyimpulkan bahwa ketaatan total Maria
dimungkinkan oleh ketotalan kemurniannya tanpa dosa asal.))
Jadi Dogma tersebut bukan pengajaran
‘kagetan’ atau innovasi dari Paus Pius IX di abad ke-19!
Bunda Maria sendiri menyatakan dirinya sebagai “Immaculate Conception” Empat tahun setelah pengajaran yang diberikan oleh Paus Pius IX, Bunda Maria menampakkan diri di Lourdes, Perancis (1858). Penampakan Bunda Maria di Lourdes (di grotto Massabielle) terjadi selama 18 kali kepada Bernadette Soubirous, seorang gadis desa yang yang waktu itu berumur 14 tahun. Penampakan Bunda Maria di Lourdes ini sudah diakui oleh Gereja Katolik sebagai penampakan yang otentik. Dalam penampakan itu (penampakan ke- 16), Bunda Maria menyatakan dirinya sebagai “Perawan yang dikandung tanpa noda dosa”/ the Immaculate Conception kepada Bernadette yang pada waktu itu tidak memahami makna “the Immaculate Conception“, terutama karena ia adalah gadis desa yang buta huruf. Pernyataan dari Bunda Maria ini mengkonfirmasikan ajaran dari Bapa Paus Pius IX, dan dengan demikian juga membuktikan infalibilitas ajaran Bapa Paus tersebut.
Dasar dari
Kitab Suci
Alasan
pertama Bunda Maria dikandung tanpa noda ini berhubungan dengan peran
istimewanya sebagai Ibu Tuhan Yesus. Jadi, walaupun benar
Maria manusia biasa, ia bukan manusia ‘kebanyakan’ seperti kita. Sebab, memang
rencana keselamatan itu terbuka untuk semua orang (Yoh 3:16), tetapi Ia hanya
memilih satu orang untuk menjadi ibu-Nya, yaitu Maria. Kita
tahu bahwa Allah adalah Kudus, sempurna dan tak ada dosa di dalam Dia, maka
sudah sangat layaklah bahwa ketika memutuskan untuk dilahirkan di dunia, Yesus
menguduskan terlebih dahulu seseorang yang melaluinya Ia akan dilahirkan.
Mungkin hal ini tidak terbayangkan oleh kita, karena kita manusia tidak bisa
melakukannya. Kita tidak bisa memilih ibu kita sendiri, apalagi membuat dia
kudus dan sempurna sebelum kita lahir. Tetapi, Allah bisa, dan itulah yang
dilakukan-Nya. Mengapa Tuhan melakukan ini? Karena Ia tidak dapat mengingkari
jati DiriNya sebagai Allah yang Kudus. Mari kita lihat kebesaran Allah melalui
apa yang dilakukanNya terhadap Bunda Maria seperti yang ditulis dalam Alkitab.
1. Dikatakan
bahwa Yesus terpisah dari orang-orang berdosa
Dikatakan dalam Kitab Suci, bahwa Yesus sebagai Imam
Besar Pengantara kita kepada Bapa adalah “seorang yang saleh, tanpa salah,
tanpa noda, yang terpisah dari
orang-orang berdosa dan lebih tinggi daripada tingkat-tingkat
sorga” (Ibr 7:26). Artinya, tidak mungkin Yesus dilahirkan dari seorang yang
berdosa, sebab jika demikian Ia tidak benar-benar terpisah dari orang-orang
berdosa. Karena itu dapat dipahami, bahwa Bunda Maria yang dipilih Allah untuk
mengandung dan melahirkan Kristus, haruslah seorang yang tidak berdosa.
Pemahaman ini juga akan menjelaskan mengapa St. Anna (ibunda dari St. Perawan
Maria) tidak disebut sebagai “tanpa noda” juga seperti Bunda Maria, sebab St.
Anna tidak melahirkan Kristus.
2. Bunda
Maria disebutkan pada awal mula, sebagai ‘perempuan’ yang keturunannya akan mengalahkan ular (iblis) (Kej
3:15).
Di sini, perempuan yang dimaksud bukanlah Hawa, tetapi Hawa yang baru (‘New Eve’). Para Bapa Gereja membaca ayat ini sebagai nubuatan akan kelahiran Yesus (Adam yang baru) melalui Bunda Maria (Hawa yang baru). Hal ini sudah menjadi pengajaran Gereja sejak abad ke-2 oleh Santo Yustinus Martir, Santo Irenaeus dan Tertullian, yang lalu dilanjutkan oleh Santo Agustinus. ((John R Willis, S.J. ed., The Teachings of the Church Fathers, Ignatius Press, San Francisco, 2002 reprint, edisi asli Herder and Herder, New York, 1966 h. 356)) Sayangnya, memang dalam terjemahan bahasa Indonesia, pada ayat ini dikatakan ‘perempuan ini’, seolah-olah menunjuk kepada Hawa, namun sebenarnya adalah ‘the woman’ (bukan this woman) sehingga artinya adalah sang perempuan, yang tidak merujuk kembali ke lakon yang baru saja dibicarakan. ((“Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.” (Kej 3:15).)) Ungkapan ‘woman‘ ini yang kemudian kerap diulangi pada ayat Perjanjian Baru, misalnya pada mukjizat di Kana (Yoh 2:4) ((John 2:4, RSV Bible, “O Woman, what have you to do with me? My hour has not yet come.” Diterjemahkan di dalam bahasa Indonesia, “Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saatku belum tiba.”)) dan di kaki salib Yesus, saat Ia menyerahkan Bunda Maria kepada Yohanes murid kesayanganNya (Yoh 19:26). ((John 19:26-27, RSV Bible, “When Jesus saw his mother, and the disciple whom he loved standing near, he said to his mother, “Woman, behold, your son! Then he said to the disciple, “Behold, your mother!” diterjemahkan di dalam bahasa Indonesia: Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya, “Ibu, inilah anakmu! Kemudian kata-Nya kepada murid-muridNya: “Inilah ibumu!”)) Pada kesempatan tersebut, Yesus mau menunjukkan bahwa Maria adalah ‘sang perempuan’ yang telah dinubuatkan pada awal mula dunia sebagai ‘Hawa yang baru’. ‘Hawa yang baru’ ini berperan berdampingan dengan Kristus sebagai ‘Adam yang baru’. Santo Irenaeus, mengatakan, “Ikatan yang disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria” sehingga selanjutnya dikatakan, “maut (karena dosa) didatangkan oleh Hawa, tetapi hidup (karena Yesus) oleh Maria.” ((Lihat Lumen Gentium 56, S. Ireneus, “dengan taat Maria menyebabkan keselamatan bagi dirinya maupun bagi segenap umat manusia” Maka … para Bapa zaman kuno, … menyatakan bersama Ireneus: “Ikatan yang disebabkan oleh ketidak-taatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria; apa yang diikat oleh perawan Hawa karena ia tidak percaya, telah dilepaskan oleh perawan Maria karena imannya” Sambil membandingkannya dengan Hawa, mereka menyebut Maria “bunda mereka yang hidup”. Sering pula mereka (St. Jerome, St. Agustinus, St. Cyril, St. Yohanes Krisostomus, St. Yohanes Damaskinus) menyatakan: “maut melalui Hawa, hidup melalui Maria.”)) Oleh karena itu, sudah selayaknya Allah membuat Bunda Maria tidak tercemar sama sekali oleh dosa, supaya ia, dapat ditempatkan bersama Yesus di tempat utama dalam pertentangan yang total melawan Iblis (lih. Kej 3:15).
3. Bunda
Maria sebagai Tabut Perjanjian
yang Baru.
Di dalam Kitab Perjanjian Lama, yaitu di Kitab
Keluaran bab 25 sampai dengan 31, Kita melihat bagaimana ’spesifik-nya’ Allah
saat Ia memerintahkan Nabi Musa untuk membangun Kemah Suci dan Tabut
Perjanjian. Ukurannya, bentuknya, bahannya, warnanya, pakaian imamnya, sampai
seniman-nya (lih. Kel 31:1-6), semua ditunjuk oleh Tuhan. Hanya imam (Harun)
yang boleh memasuki tempat Maha Kudus itu dan ia pun harus disucikan sebelum mempersembahkan
korban di Kemah Suci (Kel 40:12-15). Jika ia berdosa, maka ia akan meninggal
seketika pada saat ia menjalankan tugasnya di Kemah itu (Im 22:9). Hal ini
menunjukkan bagaimana Allah sangat mementingkan kekudusan Tabut suci itu, yang
di dalamnya diletakkan roti manna (Kel 25:30), dan dua loh batu kesepuluh
perintah Allah (Kel 25:16), dan tongkat imam Harun (Bil 17:10; Ibr 9:4). Betapa
lebih istimewanya perhatian Allah pada kekudusan Bunda Maria, Sang Tabut
Perjanjian Baru, karena di dalamnya terkandung PuteraNya sendiri, Sang Roti
Hidup (Yoh 6:35), Sang Sabda yang menjadi manusia (Yoh 1:14), Sang Imam Agung
yang Tertinggi (Ibr 8:1)! Persyaratan kekudusan Bunda Maria -Sang Tabut
Perjanjian Baru- pastilah jauh lebih tinggi daripada kekudusan Tabut Perjanjian
Lama yang tercatat dalam Kitab Keluaran itu. Bunda Maria, Sang Tabut Perjanjian
Baru, harus kudus, dan tidak mungkin berdosa, karena Allah sendiri masuk dan
tinggal di dalam rahimnya. Itulah sebabnya Bunda Maria dibebaskan dari noda
dosa oleh Allah.
4. Bunda Maria DISEBUT ‘penuh rahmat’ pada saat
menerima Kabar Gembira.
Pada saat malaikat Gabriel memberitakan Kabar Gembira,
ia memanggil Maria sebagai, ‘…hai engkau yang dikaruniai’, Tuhan
menyertai engkau.’ (Luk 1:28) (“Hail, full of grace…”, – RSV Bible)
Kata, ‘Hail, full of grace‘ ini tidak pernah ditujukan kepada siapapun
di dalam Alkitab, kecuali kepada Maria. ((Lihat, Defining the Dogma of the
Immaculate conception, Ineffabilis Deus, par. The Annunciation, “They
(the Church Fathers) thought that this singular and solemn salutation, never
heard before, showed that the Mother of God is the seat of all divine graces
and is adorned with all gifts of the Holy Spirit…“)) Kepada Abraham yang
akan menjadi Bapa para bangsa, ataupun kepada Musa salah satu nabi terbesar,
Allah tidak pernah menyapa mereka dengan salam. Kepada Maria, Allah bukan saja
hanya memberi salam, tetapi juga memenuhinya dengan rahmat (grace), yang
adalah lawan dari dosa (sin). Dan karena dikatakan ‘full of
grace’, maka para Bapa Gereja mengartikannya bahwa seluruh keberadaan Maria
dipenuhi dengan rahmat Allah dan semua karunia Roh Kudus, sehingga dengan
demikian tidak ada tempat lagi bagi dosa, yang terkecil sekalipun, sebab
hadirat Allah tidak berkompromi dengan dosa. Artinya, Bunda Maria dibebaskan
dari noda dosa asal.
5. Dasar
dari Kitab Wahyu
Kita mengetahui dari Kitab Wahyu, bahwa Bunda Maria-lah yang disebut sebagai perempuan yang melahirkan seorang Anak laki-laki, yang menggembalakan semua bangsa… yang akhirnya mengalahkan naga yang adalah Iblis (Why 12: 1-6). Kemenangan atas Iblis ini dimungkinkan karena dalam diri Maria tidak pernah ada setitik dosa pun yang menjadi ‘daerah kekuasaan Iblis’.
Dasar dari Tradisi Suci
Berikut ini
adalah pengajaran para Bapa Gereja yang menyatakan bahwa Bunda Maria tidak
bernoda:
1. St. Irenaeus (180): “Hawa, dengan
ketidaktaatannya [karena berdosa] mendatangkan kematian bagi dirinya dan seluruh
umat manusia, … Maria dengan ketaatannya [tanpa dosa] mendatangkan keselamatan
bagi dirinya dan seluruh umat manusia…. Oleh karena itu, ikatan ketidaktaatan
Hawa dilepaskan oleh ketaatan Maria. Apa yang terikat oleh ketidakpercayaan
Hawa dilepaskan oleh iman Maria.” ((Lihat St. Irenaeus, Against
Heresies, 189 AD, 3:22:24))
2. St. Hippolytus (235): “Ia adalah
tabut yang dibentuk dari kayu yang tidak dapat rusak. Sebab dengan ini ditandai
bahwa Tabernakel-Nya dibebaskan dari kebusukan dan kerusakan.” ((St.
Hippolytus, Orations Inillud, Dominus pascit me ))
3. Origen (244): “Bunda Perawan dari
Putera Tunggal Allah ini disebut sebagai Maria, yang layak bagi Tuhan, yang
tidak bernoda dari yang tidak bernoda, hanya satu satunya” ((Origen, Homily 1)).
4. Ephraim (361): ”Engkau sendiri dan
Bunda-Mu adalah yang terindah daripada semua yang lain, sebab tidak ada cacat
cela di dalam-Mu ataupun noda pada Bunda-Mu… ((St. Ephraim, Nisibene
Hymns 27:8))
5. St. Athanasius (373), “O, Perawan
yang terberkati, sungguh engkau lebih besar daripada semua kebesaran yang lain.
Sebab siapakah yang sama dengan kebesaranmu, O tempat kediaman Sang Sabda
Allah? Kepada ciptaan mana, harus kubandingkan dengan engkau, O Perawan? Engkau
lebih besar daripada semua ciptaan, O Tabut Perjanjian, yang
dilapis dengan kemurnian, bukannya dengan emas! Engkau adalah Tabut
Perjanjian yang didalamnya terdapat bejana emas yang berisi manna yang sejati,
yaitu: daging di mana Ke-Allahan tinggal.” ((St. Athanasius, Homily of
the Papyrus of Turin, 71:216))
6. Ambrose (387): “Angkatlah tubuhku,
yang telah jatuh di dalam Adam. Angkatlah aku, tidak dari Sarah, tetapi dari
Maria, seorang Perawan, yang tidak saja tidak bernoda, tetapi Perawan yang oleh
rahmat Allah telah dibuat tidak bersentuh dosa, dan bebas dari setiap noda
dosa.” ((St. Ambrose, Commentary on Psalm 118: Sermon 22,
no.30, PL 15, 1599)).
7. St. Gregorius Nazianza (390): Ia
[Yesus] dikandung oleh seorang perawan, yang terlebih dahulu telah dimurnikan
oleh Roh Kudus di dalam jiwa dan tubuh, sebab seperti ia yang mengandung layak
untuk menerima penghormatan, maka pentinglah bahwa ia yang perawan layak
menerima penghormatan yang lebih besar. ((St. Gregorius, Sermon 38))
8. St. Augustine (415): Kita harus
menerima bahwa Perawan Maria yang suci, yang tentangnya saya tidak akan
mempertanyakan sesuatupun ketika ia kita membicarakan tentang dosa, demi hormat
kita kepada Tuhan; sebab dari Dia kita mengetahui betapa berlimpahnya rahmat
untuk mengalahkan dosa di dalam segala hal telah diberikan kepadanya, yang
telah berjasa untuk mengandung dan melahirkan Dia yang sudah pasti tidak
berdosa ((St. Augustine, Nature and Grace 36:42))
9. Theodotus (446): “Seorang perawan,
yang tak berdosa, tak benoda, bebas dari cacat cela, tidak tersentuh, tidak
tercemar, kudus dalam jiwa dan tubuh, seperti setangkai lili yang berkembang di
antara semak duri.” ((Theodotus, Homily 6:11)).
10. Proclus dari Konstantinopel
(446): “Seperti Ia [Yesus] membentuknya [Maria] tanpa noda dari dirinya
sendiri, maka Ia dilahirkan daripadanya tanpa meninggalkan noda.
((Proclus, Homily 1))
11. St. Severus (538): “Ia [Maria]
…sama seperti kita, meskipun ia murni dari segala noda, dan ia tanpa noda.”
((St. Severus, Hom. cathedralis, 67, PO 8, 350))
12. St. Germanus dari Konstantinopel
(733), mengajarkan tentang Maria sebagai yang “benar- benar terpilih, dan di
atas semua, … melampaui di atas semua dalam hal kebesaran dan kemurnian
kebajikan ilahi, tidak tercemar dengan dosa apapun.” ((Germanus dari
Konstantinopel, Marracci in S. Germani Mariali))
Jika Maria
tanpa noda dosa, apakah dia membutuhkan Kristus untuk menyelamatkannya?
Jawabnya tentu: YA! Karena segala keistimewaan yang diberikan kepadanya hanya mungkin diperoleh melalui Keselamatan yang diberikan oleh Kristus sendiri. Duns Scotus (1264- 1308) seorang Franciskan mengatakan hal ini dengan indahnya, “Malah Maria, melebihi siapapun membutuhkan Kristus sebagai Penyelamatnya, sebab ia dapat tercemar oleh noda dosa asal seandainya rahmat dari Sang Penyelamat tidak mencegah hal ini.” ((Diterjemahkan dari New Catholic Encyclopedia, The Catholic University of America, Washington D.C., 1967, Book VII, p. 381.)) Keistimewaan rahmat yang membuat Maria dibebaskan dari noda dosa asal adalah bentuk penghormatan Yesus kepada Maria ibu-Nya, sesuatu yang menjadi hak-Nya sebagai Tuhan.
Apa
pentingnya Dogma ini buat kita?
Bunda Maria
yang tidak bernoda, tubuh dan jiwanya, tidak dimaksudkan ‘hanya’ untuk
melukiskan keistimewaan Maria, tetapi untuk memberi gambaran bagi
Gereja. ((Lihat Hugo Rahner, SJ, Our Lady and the Church, (Zaccheus
Press, Bethesda, 1968, reprint 1990), p. 17, “But this mystery of the
Immaculate Conception of Mary is not only a personal priviledge granted to her
who was to become the Mother of God. Mary thereby become the figure of the
Church…” and p. 20, “The word ‘immaculate’ indeed sums up the mystery of
our own spiritual life. We are members of the Church, and in us the Church’s
mystery must be accomplished; it begins with Mary Immaculate, and we in turn,
by the power of the Holy Spirit, must once more become immaculate. In each of
us the victory over the serpent must be achieved….”)) Seperti Maria, Gereja
juga dikatakan sebagai ‘tidak bernoda.’ Hal ini juga dikatakan oleh Rasul
Paulus yang mengatakan bahwa Kristus akan menempatkan Gereja di hadapanNya
dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut …supaya GerejaNya kudus dan tidak
bercela” (Ef 5:27). Jadi, kita sebagai anggota Gereja diajak untuk
melihat Maria sebagai teladan. Kita harus berjuang ‘mengalahkan’ bujukan
Iblis setiap hari, dengan mengandalkan kekuatan Roh Kudus.
Kesimpulan:
Dogma Maria
Dikandung Tanpa Noda Dosa Asal (Ineffabilis Deus/ The Immaculate
Conception) adalah pengajaran yang berdasarkan atas kebijaksanaan Allah
yang tak terselami, yang membebaskan Bunda Maria dari dosa asal, sebab ia telah
dipilih Allah sejak semula untuk menjadi Ibu PuteraNya Yesus Kristus.
Pengajaran yang telah berakar lama dalam Gereja ini mengajak kita untuk melihat
Bunda Maria sebagai teladan kekudusan, agar kitapun dapat berjuang hidup kudus
setiap hari dengan mengandalkan rahmat Tuhan. Jadi fokus utama dogma ini bukan
semata- mata untuk meninggikan Maria, tetapi untuk menyatakan kerahiman Tuhan
yang tiada terbatas untuk menguduskan Maria sebagai ibu yang mengandung dan
melahirkan Tuhan Yesus di dunia ini. Karena itu, Maria adalah model
bagi Gereja dan teladan bagi kita masing-masing dalam hal kekudusan.
0 komentar:
Post a Comment