March 22, 2019

RENUNGAN HARIAN ( SABTU 30 MARET 2019 )


Bacaan Liturgi Sabtu  30 Maret 2019

Bacaan Pertama  Hos 6:1-6
Umat Allah berkata,  "Mari, kita akan berbalik kepada Tuhan, sebab Dialah yang telah menerkam tetapi lalu menyembuhkan kita, yang telah memukul dan membalut kita.  Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya.  Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal Tuhan.  Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi."  Dan Tuhan berfirman:  "Apakah yang akan Kulakukan kepadamu, hai Efraim? Apakah yang akan Kulakukan kepadamu, hai Yehuda? Kasih setiamu seperti kabut pagi, dan seperti embun yang hilang pagi-pagi benar.  Sebab itu Aku telah meremukkan mereka 
dengan perantaraan nabi-nabi. Aku telah membunuh mereka dengan perkataan mulut-Ku, dan hukum-Ku keluar seperti terang.  Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan kurban sembelihan. Aku menyukai pengenalan akan Allah, lebih daripada kurban-kurban bakaran.
Demikianlah sabda Tuhan.

Mazmur  Mzm 51:3-4.18-19.20-21ab
Aku menyukai kasih setia, dan bukan kurban sembelihan.
*Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, menurut besarnya rahmat-Mu hapuskanlah pelanggaranku.  Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!
*Sebab Engkau tidak berkenan akan kurban sembelihan; dan kalau pun kupersembahkan korban bakaran, Engkau tidak menyukainya.
Persembahan kepada-Mu ialah jiwa yang hancur; hati yang remuk redam   tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.
*Lakukanlah kerelaan hati-Mu kepada Sion, bangunlah kembali tembok-tembok Yerusalem!  Maka akan dipersembahkan kurban sejati
yang berkenan kepada-Mu:  kurban bakar dan kurban-kurban yang utuh.

Bait Pengantar Injil  Mzm 95:8ab
Pada hari ini, kalau kamu mendengar suara Tuhan,  janganlah bertegar hati.

Bacaan Injil  Luk 18:9-14
Sekali peristiwa,  Yesus menyatakan perumpamaan ini  kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain:  "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang satu adalah orang Farisi dan yang lain pemungut cukai.
Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, aku bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah,
dan bukan juga seperti pemungut cukai ini.  Aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.
Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata, Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.  Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah, sedang orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri akan ditinggikan."
Demikianlah sabda Tuhan.

Renungan.
Pagi itu seorang anak kecil khusuk berdoa didepan Goa Maria di salah satu paroki di Malang. Dengan terbata bata ia mengucapkan beberapa kata syukur karena dia baru sembuh dari sakit. Setelah itu , dia mengucapkan permohonannya supaya orang tuanya membelikan dia hadiah karena naik kelas. Melihat kepolosan anak ini, saya tersadar betapa doa sesungguhnya adalah ungkapan kejujuran ,Ungkapan yang muncul secara spontan dari dalam hati tanpa ada untaian rumusan yang rumit dan berbelit belit,  doa yang mengalir dari kedalaman hati yang sederhana.  Hari ini kita mendengar dari Injil mengenai dua kisah pendoa di bait Allah. Seprang Farisi mengucap syukur kepada Tuhan karena ia tidak sama seperti orang lain  Dan orang Farisi ini sungguh mencerminkan pribadi yang taat kepada hukum , ia bukan pezinah , atau perampok , ia berpuasa dua kali seminggu dan rajin memberi persepuluhan dari penghasilannya. Ia juga tidak seperti pemungut cukai yang sedang berdoa agak jauh dari sampingnya.  Tak jauh dari dia berdoa , ada seorang pemungut cukai . ia berdoa dengan sederhana . Ia tidak berani menengadah ke langit dan sambil memukul diri dia berdoa “ Ya Allah , kasihanilah aku orang berdosa ini” Doanya singkat dan sederhana , disertai penyesalan yang mendalam, memukul diri adalah  tanda bahwa ia sungguh sungguh menyesal atas dosa dosanya . Ia meminta belas kasihan dari Allah.  Dua  gambaran yang ditampilkan Yesus dalam kisah hari ini  mengisahkan mengenai seorang pendoa ,tetapi Yesus mau menekankan mana yang menjadi pendoa sejati.  Doa orang Farisi mesti tampaknya indah dan saleh ternyata sejatinya tidak terpusat pada Allah tetapi pada dirinya sendiri. Berbeda dengan doa seorang pemungut cukai, dia berdoa dengan jujur dan rendah hati. Doanya mengalir dari dalam hati dan memusat pada Allah . Ia menyadari segala kedosaannya dengan penuh penyesalan. Seorang pendoa sejati  mampu meluapkan ungkapan dari kedalaman hati dengan tulus dan jujur , seperti kisah anak kecil diatas. Santa  Teresia dari kanak kanak Yesus berkata  “ Bagiku doa adalah ayunan hati, satu pandangan sederhana kesurga  , satu seruan syukur  dan cinta kasih ditengah pencobaan  dan ditengah kegembiraan”  Inilah  sikap pendoa sejati.

Butir permenungan.
Aku telah mengakhiri pertandingan dengan baik, aku telah mencapai garis akhir, dan aku telah memelihara iman. (2Tim:4,7)  Sangat menarik membaca kisah pemenang medali emas Olimpiade , Liliana  Natsir. Ia mulai bermain bulutangkis sejak usia sembilan dan pindah ke Jakarta sehingga jauh dari orang tua demi mengejar cita citanya , konsekuensinya ia hanya bersekolah hingga tamat SD . Namun pencapaiannya dibidang bulutangkis sangat luar biasa. Ketika kita memilih sebuah jalan, sebagai prioritas hidup kita ,maka kita pun harus  mencurahkan secara total fokus dan tenaga kita pada pilihan tersebut.
Bagi Rasul Paulus , Yesus adalah satu satunya jalan dan tidak ada pilihan lain. Paulus sudah mengalami perjumpaan dengan Tuhan dan tidak ada satupun penderitaan dan ancaman yang bisa menghentikannya dari visi untuk mencapai persatuan kekal dengan Tuhan.  Surga adakah tujuan dan rumah kekal kita.  Dunia ini menjadi tempat perjuangan untuk menempa cinta kita kepada Tuhan. Karena itu saya percaya banyak jatuh bangun yang akan kita alami, Namun dibalik jatuh bangun itulah   cinta seseorang kepada Tuhan akan dimurnikan , untuk mencintai-Nya , karena Ia mencintai kita.

Doa.
Tuhan yang mahabaik, kami mohon mampukan kami untuk berjuang terus, untuk bangkit kembali ketika kita jatuh,  sampai pada akhir hidup kita, seperti Santo Paulus. Amin. 




Pada hari ini, kalau kamu mendengar suara Tuhan,  janganlah bertegar hati.


0 komentar:

Post a Comment