January 6, 2021

RENUNGAN HARIAN SENIN 11 JANUARI 2021

Kalender Liturgi 11 Jan 2021

Warna Liturgi: Hijau

Bacaan I  Ibr 1:1-6
Saudara-saudara, pada zaman dahulu  Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara  berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi.  Tetapi pada zaman akhir ini  Allah telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya. Anak-Nya itulah yang ditetapkan-Nya  sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dialah Allah telah menjadikan alam semesta. Dialah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah. Dialah yang menopang segala yang ada  dengan sabda-Nya yang penuh kekuasaan.  Dan setelah selesai mengadakan penyucian dosa,  Ia duduk di sebelah kanan Yang Mahabesar,  di tempat yang tinggi. Ia jauh lebih tinggi daripada malaikat-malaikat,  sebagaimana nama yang dikaruniakan kepada-Nya jauh lebih indah daripada nama mereka.  Karena kepada siapakah di antara malaikat-malaikat itu  Allah pernah berkata,  "Anak-Ku Engkau! Pada hari ini Engkau telah Kuperanakkan." ataupun: "Aku akan menjadi Bapa-Nya, dan Ia menjadi Anak-Ku."  Lagi pula, ketika mengantar pula Anak-Nya yang sulung ke dunia,  Ia berkata,  "Semua malaikat Allah harus menyembah Dia."
Demikianlah sabda Tuhan.

Mazmur Tanggapan  Mzm 97:1.2b.6.7c.9
Hendaklah semua malaikat sujud menyembah Allah.
*Tuhan adalah Raja.  Biarlah bumi bersorak-sorai,  biarlah banyak pulau bersukacita!  Keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya.
*Langit memberitakan keadilan-Nya, dan segala bangsa melihat kemuliaan-Nya.  Segala dewata sujud menyembah Allah.
*Sebab, ya Tuhan,  Engkaulah Yang Mahatinggi di atas seluruh bumi,
Engkau sangat dimuliakan di atas segala dewata.

Bait Pengantar Injil  Mrk 1:15
Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.

Bacaan Injil  Mrk 1:14-20
Sesudah Yohanes Pembaptis ditangkap,  datanglah Yesus ke Galilea, memberitakan Injil Allah.  Yesus memberitakan, "Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat.  Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!"
Ketika Yesus sedang berjalan menyusur Danau Galilea,  Ia melihat Simon dan Andreas, saudara Simon.  Mereka sedang menebarkan jala di danau,  sebab mereka penjala ikan.  Yesus berkata kepada mereka,  "Mari, ikutlah Aku,  dan kalian akan Kujadikan penjala manusia." Mereka segera meninggalkan jalanya, dan mengikuti Yesus.  Dan setelah Yesus meneruskan perjalanan-Nya sedikit lagi, dilihat-Nya Yakobus, anak Zebedeus, dan Yohanes, saudaranya,  sedang membereskan jala di dalam perahu.  Yesus segera memanggil mereka  dan mereka meninggalkan ayahnya, Zebedeus, dalam perahu bersama orang-orang upahannya.  Lalu mereka mengikuti Yesus.
Demikianlah Injil Tuhan. 
 

Renungan

Injil hari ini menjabarkan salah satu ajaran yang paling sulit ditiru, setidaknya itu menurutku. Yaitu bahwa Tuhan Yesus memanggil murid-murid-Nya yang pertama, dan kemudian mereka segera meninggalkan pekerjaan mereka dan mengikuti Dia (lih. Mrk 1:16-18). Artinya, para murid itu, rela meninggalkan apa yang tadinya mereka pandang berharga, untuk mengikuti Yesus. Telah bertahun-tahun lamanya, kupikir bahwa panggilan ini hanyalah dapat dipenuhi oleh mereka yang meninggalkan segala-galanya untuk mengikuti Yesus, seperti para imam, biarawan dan biarawati. Mereka telah dengan sukarela meninggalkan keterikatan dengan dunia ini dengan mempersembahkan seluruh diri mereka kepada Tuhan. Kaul ketaatan, kemurnian dan kemiskinan yang mereka lakukan menjadi wujud nyata dari niat suci mereka untuk membaktikan diri bagi Kerajaan Allah, untuk “menjala manusia” dan membawa dunia ini kepada Tuhan. Maka dapat dikatakan, bahwa kaum religius yang menjalankan kehidupan panggilan mereka dengan sungguh-sungguh, tentu dengan lebih penuh menanggapi undangan Yesus ini. Namun panggilan untuk hidup kudus ini, ditujukan kepada semua orang, walaupun dengan cara yang berbeda-beda. Kita sebagai kaum awam, juga dipanggil untuk mengikuti Yesus dengan meninggalkan keterikatan kita terhadap hal-hal duniawi. Bukankah Yesus juga mengatakan hal yang sama kepada seorang muda yang kaya (lih. Mrk 3:21)?  Tuhan Yesus meminta kepada kita semua yang ingin mengikuti-Nya agar melepaskan diri dari keterikatan terhadap “ke-aku-an” dan segala sesuatu yang kita miliki, agar kita dapat mengarahkan hati kepada hal-hal yang kekal. Jika kita melakukannya dengan benar, ini akan mempengaruhi cara pandang dan cara hidup kita sehari-hari. Kita akan berusaha untuk menjadi bijaksana dalam menggunakan segala yang ada pada kita sekarang ini —yaitu waktu, tenaga, bakat, harta milik, keinginan dst— untuk melakukan pesan Injil. Konsili Vatikan II mengajarkan, “Maka semua orang beriman Kristiani diajak untuk berjuang mengejar kekudusan  … mereka mempunyai kewajiban untuk berjuang dengan keras. Oleh karena itu hendaklah semua memperhatikan, agar mereka mengarahkan keinginan- keinginan hati dengan tepat, supaya mereka dalam mengejar cinta kasih yang sempurna jangan dirintangi karena penggunaan hal-hal duniawi dan keterikatan kepada kekayaan yang melawan semangat kemiskinan menurut Injil. Itulah maksud nasehat Rasul kepada mereka yang menggunakan barang-barang duniawi ini: janganlah mereka menerima pengertian dunia, sebab dunia ini sebagaimana yang kita lihat, sedang/ akan berlalu (lih. 1Kor 7:31)” (Lumen Gentium 42). Bagaimana kita melatih diri untuk menjadi tidak terikat dengan dunia ini? Ada banyak cara, tetapi marilah kita memulainya dari cara yang paling mudah dan yang sebenarnya sudah menjadi tradisi dalam kehidupan Gereja. Yaitu, dengan menjadikan setiap hari Jumat sebagai hari Tobat. Gereja telah sejak lama menjadikan setiap hari Jumat sepanjang tahun untuk menjadi hari di mana kita mengenangkan sengsara dan wafat Kristus demi menyelamatkan kita, dan kita diundang untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan- Nya itu, dengan melakukan matiraga dan amal kasih secara khusus pada hari itu. Kebiasaan yang paling umum adalah melakukan pantang daging, namun sesungguhnya juga bisa pantang yang lain yang kita sukai (lih. KHK, kan.1251), seperti kopi, sambal, cemilan, dst. Melihat kepada kehidupan umat Katolik di tanah air, sejujurnya kita akan tahu, betapa banyak dari kita yang mengabaikan ketentuan ini, entah karena tidak tahu ataupun sengaja melupakan. Padahal kebiasaan pantang ini, walaupun sederhana, namun sangat berguna untuk pertumbuhan rohani kita. Sebab, bagaimana mungkin kita berharap mempunyai jiwa seorang martir yang rela berkorban, jikalau untuk berkorban sedikit saja, kita enggan melakukannya? Ada yang mengatakan, “Ah, saya sudah biasa tak makan daging, jadi hari Jumat tak perlu pantang daging…” atau berbagai alasan lain. Tetapi mari kita dengan jujur memeriksa, jika memang kita dapat melakukannya, sudahkah kita mencoba untuk melakukannya? Dan kalau sudah, sudahkah kita melakukannya dengan lebih bersungguh-sungguh sesuai dengan maksudnya, yaitu sebagai tanda pertobatan kita, silih dan demi mengarahkan hati kita kepada hal-hal yang tidak akan berlalu?  Pantang setiap hari Jumat sepanjang tahun akan membantu kita semakin menghayati besarnya pengorbanan Kristus bagi kita, dan untuk mendorong kita senantiasa bertobat dan bertumbuh dalam amal kasih. Ini adalah bentuk yang paling sederhana dari “meninggalkan segala sesuatu” untuk mengikuti Kristus. Dari apa yang kita hemat dari pantang itu, kita berikan kepada saudara/i kita yang lebih membutuhkan. Amal yang lahir dari belas kasih, menurut St. Thomas Aquinas, “lebih berguna bagi orang yang melakukannya daripada bagi orang yang menerimanya. Sebab orang yang melakukan amal kasih menarik manfaat rohani dari perbuatannya, sedangkan mereka yang menerima amal orang itu, menerima hanya manfaat sementara” (Commentary on the 2Cor, 8,10). Marilah kita mengikuti jejak para murid Yesus itu, untuk mengejar apa yang dapat memberi manfaat yang kekal, bukan hanya pada apa yang memberi manfaat sementara.

 

 


 

Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.


 

0 komentar:

Post a Comment