Imanku bersinar di tengah kegelapan
“Anak-anak Irak ini telah kehilangan semuanya,
kecuali iman mereka,” demikian judul artikel yang kubaca dari CNA (Catholic
News Agency). Artikel itu mengisahkan tentang 600 anak-anak yang
bersekolah di tempat pengungsian di Ankawa, daerah keuskupan Erbil, di daerah
Kurdistan, Irak utara. Mereka kehilangan rumah, sekolah, teman-teman dan
lingkungan hidup yang normal. Namun ada satu hal yang tidak pernah hilang, dan
bahkan bertumbuh makin kuat hari demi hari, yaitu: iman mereka. Ini tak lepas
dari pelayanan para biarawati Dominikan yang menampung mereka di sekolah St.
Katarina dari Siena di Ankawa. Selain para biarawati, ada sukarelawan yang juga
membantu mendidik anak-anak tersebut. Membaca artikel itu, aku turut merasa
prihatin, namun juga turut bersyukur untuk suatu titik terang yang bercahaya
dalam kegelapan. Yaitu bahwa nyala iman akan Kristus tidak dapat dipadamkan
dengan penganiayaan ataupun kesulitan. Nyala itu malah semakin terang, yang
membuktikan penyertaan Allah terhadap umat-Nya. Namun juga, terang iman itu
dapat tetap bernyala karena keterlibatan sesama umat beriman: para orangtua,
biarawati, imam, sukarelawan, guru, donatur yang memungkinkan pendidikan bagi
anak-anak itu terus berlangsung.
Demikianlah,
sejak awalnya, Gereja memang tak pernah lepas dari kesulitan dan penganiayaan.
Bacaan pertama mengingatkan kita akan tekanan dan penganiayaan yang dialami
oleh para rasul dari orang-orang Yahudi dan para pembesar di kota Antiokhia,
setelah mereka mewartakan Injil. Namun meskipun mereka dianiaya, “murid-murid
di Antiokhia penuh dengan sukacita dan dengan Roh Kudus” (Kis 13:52).
Sepertinya penderitaan yang mereka alami bahkan memurnikan dan menumbuhkan
semangat mereka untuk mengikuti jejak Kristus. Kesulitan yang ada malah
mempererat kasih dan sukacita di antara sesama jemaat untuk saling meneguhkan
iman.
Di Bacaan
Kedua, Rasul Yohanes pun menyampaikan buah yang indah dari penderitaan. Ia
melihat bahwa di Surga terdapat kumpulan orang-orang yang tak terhitung
banyaknya yang memakai jubah putih dan memuliakan Allah. Mereka adalah
orang-orang yang “telah mencuci jubah mereka dan membuatnya putih di dalam
darah Anak Domba” (Why 7:14). Orang-orang itu adalah para kudus dan martir
“yang telah keluar dari kesusahan besar” dengan tetap teguh mempertahankan iman
mereka akan Kristus Sang Anak Domba Allah yang telah menebus dosa-dosa dunia
dengan darah-Nya. Sungguh, betapa bahagianya, jika kelak kita pun tergabung
dalam bilangan para kudus-Nya, yang berdiri di hadapan takhta Allah dan memuji
Tuhan siang dan malam. Di dalam Kerajaan-Nya itu tiada lagi lapar dan dahaga,
tangis dan air mata. Namun semasa kita masih hidup di dunia ini, Tuhan
menghendaki agar kita melaksanakan tugas-tugas kita, seperti yang telah
dilakukan oleh para orang kudus itu yang telah mendahului kita. Mereka tetap
setia beriman di tengah kesulitan dan penganiayaan. Mereka tidak menyerah di
tengah pencobaan. Iman dan kasih mereka bersinar di tengah kegelapan, untuk
memberikan pengharapan bahwa pada akhirnya, kebaikan akan mengalahkan
kejahatan.
Mungkin baik
kita renungkan bersama, bagaimanakah perjalanan iman kita saat ini. Sebab
mungkin kita tidak sedang berada dalam penganiayaan, namun besar kemungkinan,
keadaan di sekitar kita tidak sepenuhnya mendukung kita untuk bertumbuh di
dalam iman. Mungkin kita terjebak dalam rutinitas dan kesibukan pekerjaan. Atau
pasangan kita, keluarga maupun sahabat kita kurang peduli akan masalah
iman. Atau kita mengalami suatu permasalahan yang sepertinya belum kelihatan
jalan keluarnya. Atau orang-orang terdekat kita memutuskan untuk meninggalkan
Tuhan dan Gereja-Nya. Apapun pergumulan kita, bacaan-bacaan Kitab Suci di hari
Minggu ini mengingatkan kita untuk terus terikat pada Tuhan dan berharap
kepada-Nya. Selalu ada yang dapat kita lakukan untuk mempertahankan nyala iman
kita, dan nyala iman sesama kita. Bahkan hari Minggu ini, Gereja mengajak kita
semua untuk secara khusus berdoa dan mendukung panggilan religius sebagai imam,
biarawan dan biarawati, yang di sepanjang sejarah telah menjaga nyala iman
dalam Gereja. Sebab melalui pengorbanan mereka, kita sebagai anggota-anggota
Gereja dapat terus menerima sakramen-sakramen, dan memperoleh teladan iman dari
mereka. Para religius tersebut mengambil cara hidup Yesus menjadi cara hidup
mereka sendiri. Mereka telah “hidup seperti Kristus telah hidup” (1Yoh 2:6):
mempersembahkan diri seutuhnya untuk Tuhan, hidup selibat untuk Kerajaan
Allah. Sudahkah kita mendorong bertumbuhnya benih panggilan
dalam keluarga maupun lingkungan gerejawi kita? Bagi kaum muda,
terpanggilkah Anda untuk menjadi imam, biarawan, atau biarawati? Atau
terpanggilkah kita, kaum awam, untuk turut mendukung karya-karya mereka,
seperti menjadi pendoa? Relawan? Pewarta iman? Donatur? Pekerja dan pelayan?
Apa pun yang kita lakukan, asal didorong oleh motivasi untuk menyatakan kasih
kita kepada Tuhan, akan menumbuhkan iman kita; dan bersama-sama dengan para
imam, biarawan dan biarawati, kita menjaga nyala iman dalam Gereja. Tentu
dengan bantuan rahmat Tuhan, yang secara khusus diberikan kepada kita melalui
sakramen-sakramen-Nya, terutama Ekaristi dan Tobat.
Injil
mengingatkan bahwa kita adalah milik Kristus dan kawanan domba-Nya. Tuhan Yesus
mengenal dan mengasihi kita satu per satu. Ia akan menjaga kita dan tak akan
membiarkan siapapun merenggut kita dari tangan-Nya (lih. Yoh 10:28).O,
betapa besar kasih-Nya pada kita! Tuhan memang menjaga kita, asalkan
kitapun mau dijaga dan dibimbing oleh-Nya. Maka mari kita tanyakan pada diri
kita masing-masing, apakah kita setia berpegang erat kepada Sang Gembala
surgawi ini? Apakah kita sungguh mengikutiNya dalam iman dan perbuatan kita?
Apakah kita pun mengenaliNya dan mendengarkan suara-Nya? Apakah kita mau
menjauhkan diri dari godaan dan dosa yang ditawarkan dunia? Sebab jika kita
melekat kepada Kristus dan terus setia berpegang kepada-Nya, kita bagaikan
secercah nyala lilin di tengah keremangan dunia ini. Nyala api itu kita peroleh
dari Kristus Sang Terang, yang menghendaki kita meneruskan cahaya-Nya di tengah
dunia. Di manapun dan apapun keadaan kita, Tuhan Yesus mengutus kita untuk
mewartakan kasih dan kebaikan-Nya kepada semua orang. Dengan demikian kita
menyatakan iman kita dan bertumbuh di dalamnya, sambil menantikan penggenapan
pengharapan kita akan kehidupan kekal yang dijanjikan oleh-Nya.
“Tuhan
Yesus, kami bersyukur untuk karunia para imam, biarawan dan biarawati, yang
telah mengikuti jejak-Mu memberikan diri mereka seutuhnya untuk Kerajaan Allah.
Jadikanlah terang-Mu bercahaya atas mereka dan atas kami umat-Mu, agar
terang itu dapat kami bawa kepada dunia di sekitar kami. Biarlah
terang keselamatan-Mu itu menyinari dan menarik semua orang, agar mengenal
dan percaya kepadaMu. Supaya setiap orang menaruh pengharapan akan
kebahagiaan kekal di dalam Engkau, ya, Tuhan, dan bermadah
bagi-Mu, ‘Bahagia kuterikat pada Yahweh, harapanku pada Allah Tuhanku’! ”
0 komentar:
Post a Comment