April 20, 2016

AKU PERCAYA AKAN PENGAMPUNAN DOSA.

Seruan pertobatan untuk keselamatan

Seruan pertobatan kepada umat manusia telah didengungkan oleh para nabi di dalam Perjanjian Lama dan juga menjadi seruan utama dalam Perjanjian Baru, yang kemudian diteruskan oleh Gereja-Nya. Melalui nabi Yehezkiel, Tuhan berkata kepada umat Israel “Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan Allah, Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup. Bertobatlah, bertobatlah dari hidupmu yang jahat itu!..” (Yeh 33:11). Tuhan menginginkan agar manusia berpaling kepada Tuhan, karena Dia mengasihi umat-Nya dan menginginkan agar manusia memperoleh kebahagiaan di Sorga. Tanpa pertobatan, kita semua akan binasa dan tidak mungkin memperoleh keselamatan kekal (lih. Luk 13:5).
Untuk mempersiapkan kedatangan Kristus, St. Yohanes Pembaptis berseru, “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!” (Mat 3:2). Di awal karya-Nya, Yesuspun berseru, “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!” (Mat 4:17). Seruan pertobatan di awal pelayanan Kristus, yang kemudian dirangkai dengan seruan pertobatan dan pengampunan dosa, di berbagai kesempatan, diselesaikan oleh Kristus di kayu salib dengan berkata, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Luk 23:34). Untuk melanjutkan tugas untuk mengampuni dosa, maka setelah kebangkitan-Nya, Kristus sendiri memberikan kuasa untuk mengampuni dosa kepada para rasul yang diteruskan oleh para penerus mereka, yaitu para uskup dibantu oleh para imam (lih. Yoh 20:21-23).
Dosa dan pertobatan
Definisi dosa
Secara mendasar, dosa dapat didefinisikan sebagai penghinaan terhadap Allah, yaitu karena kita melawan kodrat kita sebagai makhluk ciptaan dan menempatkan diri kita sebagai pencipta. Perlawanan ini menimbulkan pelanggaran yang bertentangan dengan akal budi, kebenaran maupun hati nurani yang baik. Lebih lanjut, St. Thomas Aquinas mengutip St. Agustinus menuliskan bahwa dosa adalah kata, perbuatan atau keinginan yang bertentangan dengan hukum abadi atau hukum Allah. Katekismus Gereja Katolik menjelaskannya sebagai berikut:
KGK 1849   Dosa adalah satu pelanggaran terhadap akal budi, kebenaran, dan hati nurani yang baik; ia adalah satu kesalahan terhadap kasih yang benar terhadap Allah dan sesama atas dasar satu ketergantungan yang tidak normal kepada barang-barang tertentu. Ia melukai kodrat manusia dan solidaritas manusiawi. Ia didefinisikan sebagai “kata, perbuatan, atau keinginan yang bertentangan dengan hukum abadi” (Agustinus, Faust. 22,27; Dikutip oleh Tomas Aqu., s. th. 1-2,71,6, obj. 1)
KGK 1850   Dosa adalah satu penghinaan terhadap Allah: “Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kau anggap jahat” (Mzm 51:6). Dosa memberontak terhadap kasih Allah kepada kita dan membalikkan hati kita dari Dia. Seperti dosa perdana, ia adalah satu ketidaktaatan, satu pemberontakan terhadap Allah, oleh kehendak menjadi “seperti Allah” dan olehnya mengetahui dan menentukan apa yang baik dan apa yang jahat (Kej 3:5). Dengan demikian dosa adalah “cinta diri yang meningkat sampai menjadi penghinaan Allah” (Agustinus, civ. 14,28). Karena keangkuhan ini, maka dosa bertentangan penuh dengan ketaatan Yesus (bdk. Flp 2:6-9) yang melaksanakan keselamatan.
Pengelompokan dosa
Setelah kita mengetahui apakah hakekat dosa, selanjutnya kita perlu mengetahui juga pengelompokkan dosa, supaya kita dapat memeriksa diri kita sendiri, dosa apakah yang ada pada kita. Dosa dikelompokkan menurut beberapa kategori: dari asalnya, dari tingkat kejahatannya, dari aktivitasnya dan dari bobotnya.
Dari asalnya, dosa dapat dibagi dua: yaitu dosa asal dan dosa aktual. Dosa asal adalah dosa yang diwariskan oleh Adam sebagai perwakilan seluruh umat manusia, yang telah gagal dalam menaati dan melaksanakan kehendak Allah. Dosa aktual adalah dosa yang dilakukan oleh setiap individu berdasarkan atas kehendak bebas masing-masing. Dosa aktual ini terdiri dari dua jenis, yaitu dosa tentang pelanggaran (sin of commission) dan dosa kelalaian (sin of omission). Dosa tentang pelanggaran adalah dosa yang merupakan kegagalan untuk menghindari larangan dari Tuhan; sedangkan dosa kelalaian adalah dosa yang berhubungan dengan kelalaian untuk melakukan sesuatu yang baik.
Dari tingkat kejahatannya (malice), dosa dapat dikelompokkan menjadi: ketidaktahuan (ignorance), kelemahan (passion or infirmity) dan kejahatan (malice). Contohnya, dosa pornografi, yang dapat dimulai dari ketidaktahuan, seperti: ketidaksengajaan masuk ke situs yang tidak sopan, ketidaktahuan bahwa menonton blue-film bersama dengan pasangan hidup adalah perbuatan dosa, dll. Karena diperburuk oleh kelemahan dalam hal kemurnian, maka seseorang menjadi sulit untuk melepaskan dosa ini. Dalam tingkat yang lebih buruk, seseorang kemudian mulai menyebarkan pornografi, dan mulai merusak kehidupan banyak orang.
Dari aktivitasnya, dosa dapat dibedakan menjadi dosa di dalam pikiran/kehendak (cordis), dalam perkataan (oris) dan perbuatan (operis). Seseorang dapat saja mempunyai dosa perzinahan dalam pikiran (lih. Mat 5:28), yang dapat diikuti dengan kata-kata yang tidak sopan, sampai akhirnya diikuti dengan tindakan perzinahan dalam perbuatan yang nyata.
Dari bobotnya, dosa dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu dosa ringan dan dosa berat. Dosa berat adalah dosa melawan kasih secara langsung, sedangkan dosa ringan memperlemah kasih. Jadi dosa berat secara langsung menghancurkan kasih di dalam hati manusia, sehingga tidak mungkin Tuhan dapat bertahta di dalam hatinya, sedangkan dosa ringan memperlemah kasih kepada Tuhan. Dosa berat atau ringan tergantung dari sampai seberapa jauh dosa tersebut membuat seseorang menyimpang dari tujuan akhir, yaitu Tuhan. Jika dosa tertentu membuat seseorang menyimpang terlalu jauh sampai mengaburkan ataupun berbelok dari tujuan akhir, maka itu adalah dosa berat. (lih. St. Thomas Aquinas,ST, II-I, q.72, a.5) Lebih lanjut dalam tulisannya, “Commentary on the Sentence I,I,3“, St. Thomas Aquinas mengatakan bahwa dosa ringan tidak membuat seseorang berpaling dari Tuhan. Ibaratnya, seseorang yang melakukan dosa ringan seumpama orang yang berkeliaran, namun tetap menuju tujuan akhirnya.
Pertobatan atau penyesalan
Setelah kita menyadari hakekat dosa dengan berbagai macam pengelompokannya, maka hal yang lebih penting untuk disadari adalah bahwa dosa membawa maut, yang kalau tidak disertai dengan penyesalan, akan membawa kita kepada kehancuran abadi di neraka. Sikap yang diinginkan oleh Allah adalah sikap penyesalan dari dalam, seperti anak yang hilang yang berkata, ” Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.” (Luk 15:21). Konsili Trente (Sess. XIV, ch. iv de Contritione) memberikan penjelasan bahwa pertobatan adalah, “Kesedihan jiwa dan kebencian akan dosa yang telah dilakukan, dengan tujuan yang teguh untuk tidak berdosa lagi di kemudian hari.”
Secara etimologi, penyesalan (contrition) berarti menghancurkan sesuatu yang telah menjadi keras. Hati yang mengeras karena dosa inilah yang harus dihancurkan dalam pertobatan. Jiwa yang hancur, hati yang patah dan remuk inilah yang menyenangkan hati Allah (Mzm 51:17). Dari sini kita melihat bahwa pertobatan adalah peristiwa yang “sengit”, karena menghancurkan kesenangan diri demi kasih kepada Allah. Penyesalan adalah syarat mutlak bagi pengampunan dosa dari Allah.
Kristus mengampuni dosa melalui Sakramen Baptis
Seruan pertobatan inilah yang telah disampaikan oleh Kristus sejak awal karya-Nya. “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat.” (Mat 4:17). Atau, dalam Injil Markus dituliskan, “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” (Mrk 1:15). Kalau kita manusia menjawab seruan pertobatan dari Kristus, maka kita akan diselamatkan, karena Kristus sendiri telah memberikan rahmat pengampunan dosa bagi kita, yang diperoleh-Nya dengan pengorbanan-Nya di kayu salib, sebagai silih atas dosa-dosa kita manusia.
Selanjutnya, mungkin orang bertanya, bagaimana caranya agar kita memperoleh pengampunan dosa dari Kristus? Injil Markus mengatakan, “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.” (Mrk16:16) Dengan demikian, Kristus memilih cara baptisan untuk menyalurkan rahmat pengampunan-Nya yang mengalir dari karya penebusan-Nya di kayu salib. Dengan Sakramen Baptis, kita menyatukan diri kita dengan Kristus, meninggalkan manusia lama dan hidup di dalam Kristus menjadi manusia yang baru (lih. Rm 4:25). Katekismus Gereja Katolik menjelaskannya sebagai berikut:
KGK 977     Tuhan kita telah menghubungkan pengampunan dosa dengan iman dan Pembaptisan: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum” (Mrk 16:15-16). Pembaptisan adalah Sakramen pertama dan terpenting demi pengampunan dosa. Ia menyatukan kita dengan Kristus, yang telah wafat untuk dosa kita dan yang telah dibangkitkan demi pembenaran kita (bdk. Rm 4:25), supaya “kita hidup sebagai manusia yang baru” (Rm 6:4).
KGK 978     “Kalau kita mengakui iman untuk pertama kalinya dan dibersihkan dalam Pembaptisan suci, diberikanlah kepada kita pengampunan yang begitu berlimpah ruah, sehingga tidak ada satu kesalahan pun – baik yang melekat pada kita oleh turunan, maupun sesuatu yang kita lalaikan atau lakukan dengan kehendak sendiri – yang tidak dihapuskan dan tidak ada siksa yang masih perlu disilih. Namun orang tidak dibebaskan dari semua kelemahan kodrat oleh rahmat Pembaptisan; sebaliknya setiap orang harus berjuang melawan rangsangan hawa nafsu yang tanpa henti-hentinya mengajak kita untuk berbuat dosa” (Catech. R. 1, 11,3).
Gereja diberi kuasa oleh Kristus untuk mengampuni dosa
Kristus, yang menginginkan agar manusia memperoleh keselamatan (lih. 1Tim 2:4), tidak membiarkan manusia kehilangan rahmat pengampunan. Sebelum Ia naik ke Sorga, Kristus memberikan amanat agung kepada para murid-Nya, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” (Mat 28:19-20) Inilah sebabnya, Gereja menyadari tanggung jawab yang dipercayakan oleh Kristus, untuk membawa umat manusia kepada keselamatan, baik melalui pengajaran, pemuridan maupun Pembaptisan.
Walaupun pada saat dibaptis, kita memperoleh pengampunan dosa asal, maupun dosa pribadi (aktual) – baik dosa ringan maupun dosa berat; dosa dengan pikiran, perkataan, maupun perbuatan; dosa pelanggaran maupun dosa kelalaian; baik dari ketidaktahuan, kelemahan, maupun kejahatan – dari saat awal hidup kita sampai pada saat dibaptis, namun kita masih harus terus berjuang untuk terus hidup dalam kekudusan. Dalam perjuangan ini, kita akan mengalami jatuh bangun, bahkan tidak jarang kita dapat melakukan dosa berat yang membahayakan keselamatan kita.
Untuk memberikan pengampunan Allah bagi umat-Nya setelah mereka menerima Sakramen Baptis, Kristus memberikan kuasa untuk mengampuni dosa kepada Petrus yang diteruskan oleh para penerusnya yaitu para Paus (lih. Mat 16:16-19) dan kepada para rasul yang diteruskan oleh para uskup dibantu oleh para imam (lih. Yoh 20:21-23). Dalam prakteknya, pengampunan dosa ini terjadi dalam Sakramen Tobat. Katekismus Gereja Katolik menjelaskannya sebagai berikut:
KGK 981     Sesudah kebangkitan-Nya Kristus mengutus para Rasul-Nya, untuk “menyampaikan berita tentang pertobatan kepada segala bangsa mulai dari Yerusalem” (Luk 24:47). Karena itu para Rasul dan para penggantinya melaksanakan “pelayanan pendamaian” (2Kor 5:18): Pada satu pihak mereka mewartakan kepada manusia pengampunan oleh Allah, yang telah diperoleh Kristus bagi kita, dan menghimbau untuk bertobat dan beriman. Pada lain pihak mereka sungguh menyampaikan pengampunan dosa melalui Pembaptisan dan mendamaikan orang dengan Allah dan dengan Gereja berkat kuasa kunci yang diterimanya dari Kristus. “Gereja telah menerima kunci Kerajaan surga, supaya di dalam dia pengampunan dosa dapat terjadi oleh darah Kristus dan oleh karya Roh Kudus. Di dalam Gereja jiwa yang mati karena dosa hidup lagi, supaya hidup bersama Kristus, yang rahmat-Nya menyelamatkan kita” (Agustinus, serm. 214,11).
Memang mungkin sulit sekali bagi kita untuk dapat mengerti, mengapa paus, uskup dan para imam, yang adalah manusia seperti kita, diberi tanggung jawab yang sedemikian besar. Kuasa untuk mengampuni dosa ini artinya adalah, kuasa yang diberikan Kristus kepada para rasul-Nya (yang diteruskan kepada para penerus mereka) untuk mengampuni dosa sebesar apapun, tidak terbatas oleh waktu maupun tempat, sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Yesus kepada Petrus untuk mengampuni dosa tujuhpuluh kali tujuh (lih. Mat 18:22) yang artinya: tidak terbatas. Yesus mengajarkan bahwa kalau ada seseorang berbuat dosa tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali menyatakan penyesalannya, dia akan tetap mendapatkan pengampunan (lih. Luk 17:3). Menyadari tanggung jawab yang begitu besar yang diemban oleh para imam, St. Ambrosius menuliskan, “Tuhan menghendaki bahwa murid-murid-Nya memiliki kuasa yang besar; Ia menghendaki, agar pelayan-pelayan-Nya yang hina itu atas nama-Nya melaksanakan apa saja, yang telah Ia lakukan sewaktu Ia hidup di dunia (Ambrosius, poenit. 1,34). Dan lebih lanjut St. Yohanes Krisostomus menuliskan, “Para imam telah menerima kuasa, yang Allah tidak berikan baik kepada para malaikat maupun kepada para malaikat agung… Tuhan mengukuhkan di atas sana segala sesuatu, yang para imam lakukan di atas dunia ini.” (Yohanes Krisostomus, sac. 3,5).
Mensyukuri pengampunan dosa
Misteri pengampunan dosa yang diberikan, hanya dapat dimengerti dalam kebijaksanaan Kristus, yang memang memberikan kuasa kepada para rasul dan diteruskan kepada para paus, uskup dan imam, sehingga memungkinkan seluruh umat beriman memperoleh pengampunan dosa dan keselamatan kekal. Sejauh kita dapat melihat bahwa para paus, uskup dan imam adalah alat yang dipakai Tuhan untuk menguduskan umat beriman, maka kita dapat menerima dan bahkan mensyukuri kebijaksanaan Tuhan ini. Kita sepantasnya bersyukur akan karunia Gereja serta para imam, karena melalui mereka, kita memperoleh pengampunan dosa melalui Sakramen Baptis dan Sakramen Tobat. Mari, jangan hanya berhenti pada rasa syukur, namun bersama-sama kita mengaku dosa secara teratur, sehingga rahmat pengampunan senantiasa mengalir di dalam kehidupan kita, dan membantu kita dalam perjuangan kita untuk hidup kudus.

0 komentar:

Post a Comment